Selasa, 04 November 2014

Pendidikan Indonesia dari Jaman Kemerdekaan Sampai Orde Baru

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
            Pendidikan menjadi salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia berbangsa dan bernegara. Setiap orang tentunya ingin memperoleh pendidikan dalam kehidupannya dengan tujuan memperoleh pengetahuan. Pendidikan pada hakekatnya menjadi pedoman maupun pegangan bagi manusia sebagai generasi penerus bangsa untuk menciptakan ataupun memperbaiki kehidupan ke arah yang lebih baik serta mampu memajukan suatu bangsa.
            Di indonesia, pendidikan mengalami perubahan dan perkembangan dari jaman kemerdekaan sampai orde baru. Perjalanan sejarah pendidikan di Indonesia dapat dikatakan mengalami proses yang panjang dalam setiap perubahannya. Adapun pendidikan di Indonesia dalam setiap perkembangan jaman tersebut tidak terlepas dari adanya unsur-unsur politik maupun kebijkan pemerintah.
            Selain itu, berbagai praktek pendidikan juga telah dialami oleh bangsa Indonesia seperti misalnya : praktek pendidikan Hindu, pendidikan Budhis, pendidikan Islam, pendidikan zaman VOC, pendidikan kolonial Belanda, pendidikan zaman pendudukan Jepang, dan pendidikan zaman setelah kemerdekaan (Somarsono: 1985). Dalam setiap praktek pendidikan tersebut tentunya memiliki tujuan serta konsep yang berbeda-beda. Meskipun demikian, pendidikan tetap menjadi penting dalam menentukan masa depan suatu bangsa sesuai dengan perkembangan jamannya.
1.2  Perumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini yakni :
1.      Apa saja teori yang berhubungan dengan pendidikan indonesia dari jaman kemerdekaan sampai orde baru?
2.      Bagaimana pendidikan indonesia dari jaman kemerdekaan sampai orde baru ditinjau dalam aspek ontologi, epistemologi dan aksiologi?
1.3  Tujuan Penulisan
            Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberikan penjelasan tentang pendidikan indonesia dari jaman kemerdekaan sampai baru. Dengan adanya penjelasan tersebut maka pembaca akan mengetahui bagaimana perkembangan pendidikan indonesia dari jaman kemerdekaan sampai orde baru.

BAB II
LANDASAN TEORI
2.1  Teori Kelas
            Adapun yang menjadi tokoh dalam teori kelas adalah Karl Max. Karl Max dalam teorinya menjelaskan bahwa dalam kehidupan masyarakat senantiasa terdapat dua kelas yakni kelas borjuis dengan kelas proletar. Kelas borjuis yakni kelas-kelas masyarakat yng mempunyai modal dan sumber-sumber faktor produksi. Sedangkan kelas proletar yakni kelas-kelas masyarakat yang tidak mempunyai modal ataupun sumber-sumber faktor produksi.
            Adanya perbedaan kelas yang dikemukakan oleh Marx dalam masyarakat tersebut menunjukkan adanya kekuatan ataupun kesempatan bagi kaum borjuis untuk menguasai terhadap kaum proletar. Hal ini dikarenakan kaum borjuis sebagai kaum pemilik modal berada pada lapisan sosial atas yang mampu memerintah dan menguasai terhadap kaum proletar yang berada pada lapisan bawah.
            Bila kita kaitkan teori kelas Marx dalam pendidikan di indonesia maka dalam pendidikan Indonesia pada jaman kemerdekaan menunjukkan adanya perbedaan kelas dalam masyarakat yakni kaum borjuis dengan kaum proletar. Adapun yang menjadi kaum borjuis pada masyarakat pada jaman kemerdekaan yakni orang-orang yang memiliki jabatan dan pekerjaan dalam bidang pemerintahan dan memiliki modal. Sedangkan yang menjadi kaum proletar dalam masyarakat yakni orang yang tidak memiliki jabatan, atau dengan kata lain kaum-kaum pribumi yang tidak memiliki modal.
            Sehingga dengan adanya perbedaan kelas tersebut menunjukkan bahwa orang-orang yang memperoleh pendidikan pada jaman kemerdekaan ialah mereka yang memiliki modal dan memiliki jabatan ataupun pekerjaan dalam bidang pemerintahan.  Dan pada masa jaman kemerdekaan menunjukkan bahwa orang-orang yang tergabung dalam kelas borjuis hanya berjumlah sedikit. Hal ini tersebut juga menunjukkan bahwa pendidikan bangsa indonesia pada jaman kemerdekaan begitu memperihatinkan.
            Hal ini terbukti bahwa pada jaman tersebut dari sejumlah anak-anak usia sekolah hanya beberapa persen saja yang dapat menikmati sekolah. Adapun anak usia sekolah tersebut dapat bersekolah dikarenakan kepemilikan modal ataupun jabatan yang dimiliki oleh orang tuanya. Sehingga sisanya pada jaman kemerdekaan Indonesia menunjukkan bahwa 90% penduduk indonesia masih buta huruf. Hal ini karena pada jaman tersebut masyarakat Indonesia masih merasakan berbagai kesulitan baik dalam bidang sosial, ekonomi maupun politik.
            Selain itu, dalam hal yang mengusai dengan mereka yang dikuasai menunjukkan bahwa pendidikan di Indonesia pada jaman kemerdekaan masih dikuasai oleh para para penjajah. Hal ini terbukti dengan kurikulum pendidikan di Indonesia pada jaman kemerdekaan tersebut masih dipengaruhi sistem pendidikan kolonial Belanda dan Jepang. Sehingga hanya meneruskan yang pernah digunakan sebelumnya.
2.2  Teori Tindakan Sosial
            Adapun yang menjadi tokoh teori tindakan sosial yakni Max Weber. Weber dalam teorinya menjelaskan bahwa “Tindakan sosial adalah tindakan manusia yang dapat mempengaruhi individu-individu lainnya dalam masyarakat serta mempunyai maksud tertentu, suatu tindakan sosial adalah tindakan yang dilakukan dengan mempertimbangkan perilaku orang lain dan berorientasi pada perilaku orang lain”.
            Bila dikaitkan dengan pendidikan Indonesia pada jaman kemerdekaan menunjukkan adanya tindakan-tindakan sosial yang dilakukan oleh badan-badan perjuangan yang memusnahkan gedung-gedung sekolah serta sebagian memanfaatkannya sebagai kantor umum untuk para tentara dimana hal tersebut tentu sangat berpengaruh terhadap pendidikan di Indonesia.
            Dengan adanya tindakan sosial yang dilakukan oleh badan-badan perjuangan mengakibatkan pendidikan Indonesia mengalami keadaan yang cukup parah, baik mencakup sarana maupun prasarananya seperti misalnya gedung-gedung sekolah yang rusak, alat pengajaran yang hilang atau rusak serta keadaan gurunya yang menyedihkan yakni guru-guru banyak meninggalkan lapangan pendidikan untuk memasuki dinas ketentaraan.
            Selain itu, bila diihat pada jaman orde baru dikatakan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia masih tidak bisa terjaga dengan baik. Hal ini dikarenakan pemerintah Indonesia kekurangan akan tenaga pengajar yakni guru. Sekolah Pendidikan Guru yang berdiri pada awal kemerdekaan tidak cukup menyediakan lulusannya yang siap pakai. Jumlah sekolah melebihi kapasitas guru yang ada.
            Akibatnya, pemerintah mengambil jalan pintas. Semua lulusan setingkat SLTA diperbolehkan menjadi guru meski mereka tidak memiliki kemampuan dan ketrampilan sebagai guru yang layak. Adanya tindakan sosial yakni jalan pintas yang dilakukan pemerintah tersebut tentu sangat berpengaruh terhadap kualitas pendidikan di Indonesia. Karena dikatakan bahwa kemampuan dan keterampilan sebagai guru saja tidak layak, sehingga bagaimana mungkin guru dapat memberikan pendidikan yang berkualiitas kepada anak didiknya.
2.3  Teori Post-Strukturalisme
Adapun yang menjadi tokoh dalam teori post-strukturalisme yakni Michel Foucault. Teori Post-strukturalisme meyakini bahwa individu menciptakan suatu struktur, dan dari struktur tersebutlah kemudian tercipta identitas. Post-rukturalisme juga menekankan hubungan antara ilmu pengetahuan dan power (kekuasaan). Hubungan antar ilmu pengetahuan dan power  (kekuasaan) semakin kuat dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan.
Bila kita kaitkan dengan pendidikan indonesia pada jaman orde baru bahwa pemerintahan orde baru yang dipimpin oleh Soeharto sebagai sebuah struktur yang memiliki kekuasaan dalam bidang pemerintahan menunjukkan bahwa pendidikan di Indonesia sudah bergerak ke arah perubahan yang signifikan. Hal ini sesuai dengan Motto yang dikedepankan oleh Soeharto yakni  “membangun manusia Indonesia seutuhnya dan Masyarakat Indonesia”,
Pada masa orde baru seluruh bentuk pendidikan ditujukkan untuk memenuhi hasrat penguasa, terutama untuk pembangunan nasional. Siswa sebagai peserta didik, dididik untuk menjadi manusia “pekerja” yang  kelak akan berperan sebagai alat penguasa dalam menentukan arah kebijakan negara. Pendidikan bukan ditujukan untuk mempertahankan eksistensi manusia, namun untuk mengeksploitasi intelektualitas mereka demi hasrat kepentingan penguasa.
Selain itu, dengan adanya perubahan-perubahan kurikulum sebagai salah satu kebijakan yang diambil oleh pemerintah yang mempunyai kekuasaan sebagi sebuah struktur menunjukkan bahwa adanya sikap serta keinginan untuk memperbaiki sistem pendidikan di Indonesia kearah yang lebih baik lagi.





BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pendidikan Indonesia dari Jaman Kemerdekaan sampai Orde Baru dalam Aspek Ontologi
3.1.1 Pendidikan Indonesia pada Jaman Kemerdekaan
            Secara garis besar pendidikan di awal kemerdekaan diupayakan untuk dapat menyamai dan mendekati sistem pendidikan di negara-negara  maju. Pada masa peralihan antara tahun 1945-1950 bangsa Indonesia merasakan berbagai kesulitan baik di bidang sosial ekonomi, politik maupun kebudayaan, termasuk pendidikan. Dari sejumlah anak-anak usia sekolah hanya beberapa persen saja yang dapat menikmati sekolah, sehingga sisanya 90% penduduk Indonesia masih buta huruf.
            Kurikulum pasca kemerdekaan kemerdekaan saat itu diberi nama Leer Plan dalam bahasa Belanda artinya Rencana Pelajaran, lebih terkenal ketimbang kurikulum1947. Pada saat itu, kurikulum pendidikan di Indonesia masih dipengaruhi sitem pendidikan kolonial Belanda dan Jepang. Sehingga hanya meneruskan yang pernah digunakan sebelumnya. Rencana Pelajaran 1947 dikatakan sebagai pengganti sitem pendidikan kolonial Belanda. Karena saat itu bangsa Indonesia masih dalam semangat juang merebut kemerdekaan dan bertujuan untuk pembentukan karakter manusia Indonesia yang merdeka dan berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain di muka bumi.
            Yang diutamakan pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat, materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian dan pendidikan jasmani. Tata susunan persekolahan sesudah Indonesia merdeka yang berdasarkan satu jenis sekolah untuk tiga tingkat pendidikan seperti pada zaman Jepang tetap diteruskan sedangkan rencana pembelajaran pada umumnya sama dan bahasa Indonesia ditetapkan sebagai bahasa pengantar untuk sekolah. Buku-buku pelajaran yang digunakan adalah buku-buku hasil terjemahan dari bahasa Belanda ke dalam bahsa Indonesia yang sudah dirintis sejak jaman Jepang.
            Adapun susunan persekolahan dan kurikulum yang berlaku sejak tahun 1945-1950 adalah sebagai berikut:
1)      Pendidikan Rendah
            Pendidikan yang terendah di Indonesia sejak awal kemerdekaan yang disebut dengan Sekolah Rakyat (SR) lama pendidikannya semula 3 tahun. Maksud pendirian SR ini adalah selain meningkatkan taraf pendidikan pada masa sebelum kemerdekaan juga dapat menampung hasrat yang besar dari mereka yang hendak bersekolah. Mengingat kurikulum SR diatur sesuai dengan putusan Menteri PKK tanggal 19 nopember 1946 NO 1153/Bhg A yang menetapkan daftar pelajaran SR dimana tekanannya adalah pelajaran bahasa berhitung. Hal ini dapat telihat bahawa dari 38 jam pelajaran seminggu, 8 jam adalah untuk bahasa Indonesia, 4 jam untuk bahasa daerah dan 17 jam berhitung untuk kelas IV< V dan VI. Tercatat sejumlah 24.775 buah SR pada akhir tahun 1949 pada akhir tahun 1949 di seluruh Indonesia.
            Ada dua jenis pendidikan Umum yaitu sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah Tinggi (SMT).
§  Sekolah Menengah Pertama (SMP) seperti halnya pada zaman jepang, SMP mempergunakan rencana pelajaran yang sama pula, tetapi dengan keluarnya surat keputusan menteri PPK thun 1946 maka diadakannya pembagian A dan B mulai kelas II sehingga terdapat kelas II A,IIB, IIIA dan IIIB. Dibagian A diberikan juga sedikit ilmu alam dan ilmu pasti. Tetapi lebih banayak diberikan pelajaran bahasa dan praktek administrasi. Dibagian B sebaliknya diberikan Ilmu Alam dan Ilmu Pasti.
§  Sekolah Menengah Tinggi (SMT): Kementerian PPK hanya mengurus langsung SMT yang ada di jawa terutama yang berada di kota-kota sperti: Jakarta,bandung, semarang, Yogyakarta, Surakarta, Surabaya dan Cirebon. SMT di Luar Jawa berada di bawah pengawasan pemerintah daerah berhubung sulitnya perhubungan dengn pusat. SMT merupakan pendidikan tiga tahun setelah SMP dan setelah lulus dapat melanjutkan ke perguruan tinggi. Mengenai rencana pelajaran belum jelas, dan yang diberikan adalah rencana pelajaran dalam garis besar saja. Karena pada waktu itu msaih harus menyesuaikan dengan keadaan zaman yang masih belum stabil.
            Demikian rencana pembelajaran yang berlaku yaitu: (1) isinya memenuhi kebutuhan nasional, (2) bahasa pengantarnya adalah bahasa Indonesia, (3) mutunya setingkat dengan SMT menjelang kemerdekaan. Ujian akhir dapat diselenggarakan oleh masing-masing sekolah selama belum ada ujian negara, tetapi setelah tahun 1947 barulah berlaku ujian negara tersebut.
2)      Pendidikan Guru
            Dalam periode antara tahun 1945-1950 dikenal tiga jenis pendidikan guru yaitu:
§  Sekolah Guru B (SGB) lama pendidikan 4 tahun dan tujuan pendidikan guru untuk sekolah rakyat. Murid yang diterima adalah tamatan SR yang akan lulus dalam ujian masuk sekolah lanjutan. Pelajaran yang diberikan bersifat umum untuk di kelas I,II,III sedangkan pendidikan keguruan baru diberikan di kelas IV. Untuk kelas IV ini juga dapat diterima tamatan sekolah SMP,SPG dipimpin oleh seorang kepala sekolah yang membawahinya sejumlah guru dan diantaranya merupakan tenaga tidak tetap karena memang sangat kekuarangan guru tetap. Adapun sistem ujian pelaksanaannya dipecah menjadi dua yaitu, perta ditempuh di kelas II dan ujian kedua di kelas IV.
§  Sekolah Guru C (SGC) berhubung kebutuhan guru SR yang mendesak maka terasa perlunya pembukaan sekolah guru yang dalam tempo singkat dapat menghasilkan. Untuk kebutuhan tersebut didirikan sekolah guru dua tahun setelah SR dan di kenal dengan sebutan SGC tetapi karena dirasakan kurang bermanfaat kemudian ditutup kembali dan diantaranya dijadikan SGB.
§  Sekolah guru A (SGA) karena adanya anggapan bahwa pendidikan guru 4 tahun belum menjamin pengetahuan cukup untuk taraf pendidikan guru, maka dibukalah SGA yang memberi pendidikan tiga tahun sesudah SMP. Disamping Itu dapat pula diterima pelajar-pelajar dari lulusan kelas III SGB. Mata pelajaran yang diberikan di SGA sama jenisnya dengan mata pelajaran yang diberikan di SGB hanya penyelenggaraannya lebih luas dan mendalam.
3)      Pedidikan Kejuruan
            Yang dimaksud dengan pendidikan kejuruan adalah Pendidikan ekonomi dan pendidikan kewanitaan:
§  Pendidikan ekonomi: pada awal kemerdekaan pemerintah baru dapat membuka sekolah dagang yang lama, pendidikannya tiga tahun sesudah Sekolah Rakyat. Sekolah dagang ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan tenaga administrasi atau pembukuan, sedangkan penyelenggaraan sekolah dagang tersebut dilaksanakan oleh inspektur sekolah dagang.
§  Pendidikan Kewanitaan: sesudah kemerdekaan pemerintah membuka Sekolah Kepandaian Putri (SKP) dan pada tahun 1947 sekolah guru kepandaian putri (SGKP) yang lama pelajaranya empat tahun setelah SMP atau SKP.
4)      Pendidikan Teknik
            Seperti sekolah lain, keadaan Sekolah Teknik tidaklah teratur karena disamping pelajarnya sering terlibat dalam pertahanan negara, sekolah tersebut kadang-kadang juga dipakai sebagai pabrik senjata. Sekolah Teknik di Solo misalnya, dikerahkan untuk membuat senjata yang sangat diperlukan kendali apaadanya. Adapun sekolah-sekolah teknik yang ada pada masa itu ialah:
a.       Kursus Kerajinan Negeri (KKN): sekolah/kursus ini lamanya satu tahun lamanya dan merupakan pendidikan teknik terendah berdasarkan SR enam tahun. KKN terdiri atas jurusan-jurusan: kayu, besi,anyaman.perabot rumah, las dan batu.
b.      Sekolah Teknik Pertama (STP): bertujuan mendapatkan tenaga tukang yang terampil tetapi disertai dengan pengetahuan teori. Lama pendidikan ini dua tahun sesudah SR dan terdiri atas jurusam-jurusan: kayu, batu, keramik, perabot rumah, anyaman, besi ,listrik, mobil, cetak, tenun kulit, motor, ukur tanah dan cor.
c.       Sekolah Teknik (ST): bertujuan mendidik tenaga-tenaga pengawasan bangunan. Lama pendidikan dua tahun stelah STP atau SMP bagian B dan meliputi jurusan-jurusan: bangunan gedung, bangunan air dan jalan, bangunan radio, bangunan kapal, percetakan dan pertambangan.
d.      Sekolah Teknik menengah (STM): bertujuan mendidik tenaga ahli teknik dan pejabat-pejabat teknik menengah. Lama pendidikan empat tahun setelah SMP bagian B atau ST dan terdiri atas jurusn-jurusan: bangunnan gedung, bangunan sipil, bangunan kapal, bangunan mesin, bangunan mesin, bangunan listrik, bangunan mesin kapal, kimia, dan pesawat terbang.
e.       Pendidikan guru untuk sekolah-sekolah teknik: untuk memenuhi keperluan guru-guru sekolah teknik, dibuka sekolah/kursus-kursus untuk mendidik guru yang menghasilkan:
§  Ijazah A Teknik (KGSTP) guna mengajar dengan wewenang penuh pada STP dalam jurusan: bangunan sipil, mesin, listrik dan mencetak.
§  Ijazah B I Teknik (KGST) untuk mengajar dengan wewenang penuh pada ST/STM kelas I dalam jurusan bangunan sipil, bangunan gedung-geung dan mesin.
§  Ijazah B II Teknik guna mengajar dengan wewenang penuh pada STM dalam jurusan bangunan sipil, bangunan gedung, mesin dan listrik.
5)      Pendidikan Tinggi
            Dalam periode 1945-1950 kesempatan untuk meneruskan studi pendidikan tinggi semakin terbuka lebar bagi warga negara tanpa syarat. Lembaga pendidikan ini berkembang pesat tetapikarena adanya pelaksanaannya di lakukan perjuangan fisik maka perkuliahan kerap kali di sela dengan perjuangan garis depan.
            Lembaga pendidikan yang ada adalah Universitas Gajah Mada, beberapa sekolah tinggi dan akademi di Jakarta (daerah kependudukan) Klaten, Solo dan Yogyakarta. Perkembangan pendidikan tinggi sesudah proklamasi kendati mengalami berbagai tantangan, tetapi tidak juga dapa dipisahkan dari perjuangan mempertahankan kemerdekaan dan merupakan salah satu kekuatan dari seluruh kekuatan rakyat Indonesia. Sejak awal kemerdekaan di Jakarta pada waktu merupakan daerah pendudukan Belanda, berdiri sekolah Tinggi kedokteran sebagai kelanjutan Ika Daigaku zaman Jepang. Pada bulan Nopember 1946 dibuka pula Sekolah Tinggi Hukum serta filsafat dan sastra. Setelah aksi agresi militer I kedua lembaga pendidikan tinggi terakhir in di tutup oleh belanda sehingga secara resmi sudah tidak ada lagi, dengan demikian pendidikan tinggi waktu itu terpecah menjadi dua yaitu pendidikan tinggi republik dan Pendidikan tingkat tinggi pendudukan Belanda.
3.1.2 Pendidikan Indonesia pada Jaman Orde Baru
Pada masa Orde Baru, pendidikan mengalami perubahan yang cukup signifikan. Agar bangsa Indonesia memiliki kualitas pendidikan yang sama dengan negara-negara maju lainnya, maka secara kuantitas dibangunlah semua sarana pendidikan di setiap daerah. Alhasil, sekolah begitu banyak berdiri di tanah air. Secara kuantitatif pendidikan mengalami perkembangan yang pesat. Setiap anak dapat bersekolah dengan mudah.
Namun di sisi lain, kualitas tidak bisa terjaga dengan baik. Kekurangan guru yang baik menjadi problematika pemerintah Indonesia. Sekolah Pendidikan Guru yang berdiri pada awal kemerdekaan tidak cukup menyediakan lulusannya yang siap pakai. Jumlah sekolah melebihi kapasitas guru yang ada. Akibatnya, pemerintah mengambil jalan pintas. Semua lulusan setingkat SLTA diperbolehkan menjadi guru meski mereka tidak memiliki kemampuan dan ketrampilan sebagai guru yang layak. 
Di daerah-daerah, terjadi kemerosotan pendayagunaan sarana dan prasarana. Artinya terjadi jurang pemisah yang sangat tajam antara sekolah desa dengan sekolah di pusat perkotaan. Sekolah desa hanya mengandalkan kebijakan pusat yang bersifat proyek. Pembangunan ruang kelas berhasil, namun penyediaan sarana dan prasarana lainnya tidak mendukung. Sementara itu, sekolah perkotaan dengan bantuan orang tua siswa dan akses yang mudah pada pemerintah pusat mendapatkan bantuan buku-buku perpustakaan dan sarana pendukung lain yang baik.  
Orde baru berlangsung dari tahun 1968 hingga 1998, dan dapat dikatakan sebagai era pembangunan nasional. Dalam bidang pembangunan pendidikan, khususnya pendidikan dasar, terjadi suatu loncatan yang sangat signifikan dengan adanya Instruksi Presiden (Inpres) Pendidikan Dasar. Namun, yang disayangkan adalah pengaplikasian inpres ini hanya berlangsung dari segi kuantitas tanpa diimbangi dengan perkembangan kualitas. Yang terpenting pada masa ini adalah menciptakan lulusan terdidik sebanyak-banyaknya tanpa memperhatikan kualitas pengajaran dan hasil didikan.
Pelaksanaan pendidikan pada masa orde baru ternyata banyak menemukan kendala, karena pendidikan orde baru mengusung ideologi “keseragaman” sehingga memampatkan kemajuan dalam bidang pendidikan. EBTANAS, UMPTN, menjadi seleksi penyeragaman intelektualitas peserta didik.
Pada pendidikan orde baru kesetaran dalam pendidikan tidak dapat diciptakan karena unsur dominatif dan submisif masih sangat kental dalam pola pendidikan orde baru. Pada masa ini, peserta didik diberikan beban materi pelajaran yang banyak dan berat tanpa memperhatikan keterbatasan alokasi kepentingan dengan faktor-faktor kurikulum yang lain untuk menjadi peka terhadap lingkungan. Beberapa hal negatif lain yang tercipta pada masa ini adalah:
1)      Produk-produk pendidikan diarahkan untuk menjadi pekerja. Sehingga, berimplikasi pada hilangnya eksistensi manusia yang hidup dengan akal pikirannya (tidak memanusiakan manusia).
2)      Lahirnya kaum terdidik yang tumpul akan kepekaan sosial, dan banyaknya anak muda yang berpikiran positivistik
3)      Hilangnya kebebasan berpendapat.
Pemerintah orde baru yang dipimpin oleh Soeharto megedepankan motto “membangun manusia Indonesia seutuhnya dan Masyarakat Indonesia”. Pada masa ini seluruh bentuk pendidikan ditujukkan untuk memenuhi hasrat penguasa, terutama untuk pembangunan nasional. Siswa sebagai peserta didik, dididik untuk menjadi manusia “pekerja” yang  kelak akan berperan sebagai alat penguasa dalam menentukan arah kebijakan negara. Pendidikan bukan ditujukan untuk mempertahankan eksistensi manusia, namun untuk mengeksploitasi intelektualitas mereka demi hasrat kepentingan penguasa.
Yang lebih menyedihkan dari kebijakan pemerintahan orde baru terhadap pendidikan adalah sistem doktrinisasi. Yaitu sebuah sistem yang memaksakan paham-paham pemerintahan orde baru agar mengakar pada benak anak-anak. Bahkan dari sejak sekolah dasar sampai pada tingkat perguruan tinggi , diwajibkan untuk mengikuti penetaran P4 yang berisi tentang hapalan butir-butir Pancasila. Proses indoktrinisasi ini tidak hanya menanamkan paham-paham orde baru, tetapi juga sistem pendidikan masa orde baru yang menolak segala bentuk budaya asing, baik itu yang mempunyai nilai baik ataupun mempunyai nilai buruk. Paham orde baru yang membuat kita takut untuk melangkah lebih maju.
3.2 Pendidikan Indonesia dari Jaman Kemerdekaan sampai Orde Baru dalam Aspek Epistemotologi
3.2.1 Pendidikan Indonesia pada Jaman Kemerdekaan
            Revolusi kemerdekaan Indonesia mengakibatkan pendidikan mengalami keadaan cukup parah, karena baik sarana maupun prasaranannya termasuk antara lain gedung-gedung sekolah, alat pengajaran dan guru-guru keadaannya sangat menyedihkan. Sebagian dari gedung-gedung sekolah dimusnahkan oleh badan-badan perjuangan dan diantaranya ada juga yang untuk seterusnya dipakai sebagai kantor umum atau diduduki tentara. Alat pelajaran pun banyak hilang atau rusak, sedangkan guru-guru banyak meninggalkan lapangan pendidikan untuk memasuki dinas ketentaraan.
            Beberapa badan usaha merencanakan pembaharuan di bidang pendidikan dan menyerahkan bahan-bahan sistem pendidikan yang bersifat nasional. Yang baru ditentukan adalah dasar pendidikan berlandaskan Pancasila yang merupakan falsafah negara, kendati baru pada penentuan saja karena belum lagi diterangkan begaimana mendudukan dasar itu pada tiap-tiap pelajaran. Pada tanggal 29 Desember 1945 Badan Pekerja KNIP mengusulkan kepada kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan supaya segera mungkin mengusahakan agar pembaharuan pendidikan dan pengajaran dijalankan sesuai dengan rencana pokok-pokok usaha pendidikan dan pengajaran baru. Adapun pokok-pokok pengajaran tersebut adalah:
  1. Untuk menyusun masyarakat baru perlu adanya perubahan pedoman pendidikan dan pengajaran. Paham perseorangan yang hingga kini berlaku haruslah diganti dengan paham kesusilaan dan peri kemanusiaan yang tinggi. Pendidikan dan pengajaran harus membimbing murid-murid menjadi warga negara yang mempunyai rasa tanggung jawab.
  2. Untuk memperkuat persatuan rakyat kita hendaknya diadakan satu macam sekolah untuk segala lapisan masyarakat.
  3. Metode yang berlaku di sekolah-sekolah hendaknya berdasarkan sistem sekolah kerja agar aktivitas rakyat kita kepada pekerjaan bisa berkembang seluas-luasnya. Lain dari perguruan-perguruan biasa hendaklah diadalkan perguruan orang dewasa yang memberi pelajaran pemberantasan buta huruf dan seterusnya hingga bersifat Taman Imu Rakyat.
  4. Pengajaran agama hendaknya mendapat tempat yang teratur seksama, hingga cukup mendapat perhatian yang semestinya dengantidak mengurangi kemerdekaan golongan-golongan yang berkehendak mengikuti kepercayaan yang dipeluknya. Madrasah dan pesantren-pesantren yang pada hakekatnya adalah satu alat dan sumber pendidikan dan pencerdasan rakyat jelata, yang sudah berurat bakar dalam masyarakat Indonesia umumnya.
  5. Pengajaran tinggi hendaknya diadakan seluas-luasnya dan jika perlu dengan menggunakan bantuan bangsa asing sebagai guru besar. Lain dari hal itu hendaklah diusahakan berlakunya pengiriman pelajar-pelajar ke luar negeri untuk keperluan negara.
  6. Kewajiban belajar dengan lambat laun dijalankan dengan ketentuan bahwa dengan tempo yang sesingkat-singkatnya paling lama 10 tahun, bisa berlaku dengan sempurna dan merata.
  7. Pengajaran tekhnik dan ekonomi terutama pengajaran pertanian, industri, pelayaran dan perikanan hendaklah mendapat perhatian istimewa.
  8. Pengajaran kesehatan dan olahraga hendaklah tertur sebaik-baiknya hingga terdapat kemudian hasil kecerdasan rakyat yang harmonis.
  9. Di sekolah Rendah tidak dipungut uang sekolah. Untuk sekolah Mengah dan Perguruan Tinggi hendaklah diadakan aturan pembayaran dan tunjangan yang luas, sehingga soal keuangan jangan menjadi halangan bagi pelajar-pelajar yang kurang mampu.
            Sebelum diundangkan Undang-Undang No 4 tahun 1950 mengenai dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah oleh presiden RI dan Menteri PP dan K yaitu S. Mangunsarkoro, pemerintah tela melakukan berbagai usaha di lapangan pendidikan. Usaha-usaha tersebut adalah:
  1. Sejak Panitia Persiapan Kemerdekaan pada zama Jepang telah terdapat didalamnya. Sub Panitia Pendidikan dan Pengajaran yang bertugas merumuskan rencana cita-cita dan usaha-usaha pendidikan dan pengajaran seperti telah di kemukakan.
  2. Setelah proklamasi kemrdekaan, di dalam UUD 1945 dicantumkan pula pasal tentang pendidikan, yakni pasal 31 yang diuraikan lebih lanjut dalam Undang-Undang Pendidikan dan Pengajaran (UUPP).
  3. Tahun 1946, Menteri Pendiika Pengajaran dan Kebudayaan membentuk Panitia Penyelidik Pendidikan Pengajaran yang berugas meninjau kembali dasar-dasar, isi, susunan dan seluruh usaha pendidikan dan pengajaran
  4. Tahun 1947 diadakan kongres pendidikan Indonesia di Solo
  5. Tahun 1948 menteri PP dan K membentuk panitia pembentukan rencana UUPP yang bertugas menyusun rencana UUPP.
  6. Tahun 1949 kongres pendidikan di Yogyakarta dengan tugas merumuskan dasar-dasar pendidikan dan lain-lain.
  7. Tahun 1950 rencana UUPP diterima oleh BPKNIP dengan suara terbanyak. Setelah disahkan oleh Acting Presiden dan Menteri PP dan K maka RUU itu diresmikan menjadi Undang-undang No 4 Tahun 1950 dengan nama undang-undang tentang dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah.
3.2.2 Pendidikan Indonesia pada Jaman Orde Baru
            Adapun yang menjadi upaya ataupun kebijakan pemerintah dalam pendidikan pada jaman orde baru yakni :
a.      Pembangunan Dibidang Pendidikan
            Pembangunan dibidang pendidikan memiliki 2 fungsi dalam keseluruhan kerangka pembangunan ekonomi yaitu:
1)      Mengusahakan agar kesempatan mendapatkan pendidikan menjadi terjangkau oleh semua masyarakat.
2)      Meningkatkan secara berangsur-angsur kualitas sumber daya manusia Indonesia melalui pendidikan yang bermutu.
            Untuk meningkatkan mutu pendidikan ini pemerintah masa orde baru melakukan:
1.      Peningkatan Mutu Pendidikan Kejuruan
            Peningkatan ini melalui memutakhirkan struktur pendidikan kejuruan sesuai dengan perkembangan zaman. Dalam struktur pendidikan kejuruan yang baru muncul sekolah-sekolah menengah kejuruan dibidang manajemen bisnis, pariwisata, dan perhotelan. Padahal dulu hanya ada 4 jenis sekolah menengah kejuruan yaitu pertanian, tehnik, ekonomi, dan kejuruan rumah tangga. Selanjutnya adalah memodernisasi program pendidikan atau kurikulum di semua bidang kejuruan dari pertanian teknologi sampai kejuruan rumah tangga.
2.      Tindakan Darurat
            Tamatan SGA yang menurut rencana semula akan ditempatkan sebagai guru SD diangkat menjadi guru SMP dan SGB. Pada tahun 1952 dibangun Pendidikan Guru Sekolah Lanjutan Pertama (PGSLP). Lama pendidikan PGSLP mula-mula ditetapkan 1 tahun, namun mulai 1 September 1958 lama pendidikan ini diperpanjang menjadi 2 tahun dan lamanya diubah menjadi Pendidikan Guru Sekolah Lanjutan Atas (PGSLA). Siswa PGSLP ini diambil dari para lulusan SGA yang telah ditempatkan sebagai guru sekolah menengah. PGSLP ditutup secara menyeluruh pada tahun ajaran 1978/1979.


3.      Peningkatan Mutu Pendidikan Umum
            Peningkatan pendidikan ini dilakukan melalui peningkatan mutu guru melalui penatara-penataran guru dalam jabatandan peningkatan mutu kurikulum SD sampai kurikulum SMU. Dari program-program penataran ini lahir PPPG (Pusat Pengembangan Penataran Guru). Sejak tahun 1977 sampai 1991 didirikan 6 PPPG untuk peningkatan pendidikan umum dan 4 PPPG untuk peningkatan pendidikan kejuruan.
4.      Pembaharuan Kurikulum
            Pada jaman orde baru ada beberapa kurikulum yang digunakan sebagai salah satu kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan. Kurikulum-kurikulum yang digunakan pada masa orde baru tersebut yakni sebagai berikut:
1)      Kurikulum 1968
Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tidak mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan. Pada masa ini siswa hanya berperan sebagai pribadi yang masif, dengan hanya menghapal teori-teori yang ada, tanpa ada pengaplikasian dari teori tersebut. Aspek afektif dan psikomotorik tidak ditonjolkan pada kurikulum ini. Praktis, kurikulum ini hanya menekankan pembentukkan peserta didik hanya dari segi intelektualnya saja.
2)      Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efektif dan efisien berdasar MBO (management by objective). Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI), yang  dikenal dengan istilah “satuan pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci menjadi : tujuan instruksional  umum (TIU), tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar-mengajar, dan evaluasi.
Pada kurikulum ini peran guru menjadi lebih penting, karena setiap guru wajib untuk membuat rincian tujuan yang ingin dicapai selama proses belajar-mengajar berlangsung. Tiap guru harus detail dalam perencanaan pelaksanaan program belajar mengajar. Setiap tatap muka telah di atur dan dijadwalkan sedari awal. Dengan kurikulum ini semua proses belajar mengajar menjadi sistematis dan bertahap.
3)      Kurikulum 1984
Kurikulum 1984 mengusung “process skill approach”. Proses menjadi lebih penting dalam pelaksanaan pendidikan. Peran siswa dalam kurikulum ini menjadi mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL). CBSA memposisikan guru sebagai fasilitator, sehingga bentuk kegiatan ceramah tidak lagi ditemukan dalam kurikulum ini. Pada kurikulum ini siswa diposisikan sebagai subjek dalam proses belajar mengajar. Siswa juga diperankan dalam pembentukkan suatu pengetahuan dengan diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapat, bertanya, dan mendiskusikan sesuatu.
4)      Kurilukum 1994
Kurikulum 1994 merupakan hasil upaya untuk memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya, terutama kurikulum 1975 dan 1984. Pada kurikulum ini bentuk opresi kepada siswa mulai terjadi dengan beratnya beban belajar siswa, dari muatan nasional sampai muatan lokal. Materi muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa daerah kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain.
Berbagai kepentingan kelompok-kelompok masyarakat juga mendesak agar isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum. Akhirnya, Kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum super padat. Siswa dihadapkan dengan banyaknya beban belajar yang harus mereka tuntaskan, dan mereka tidak memiliki pilihan untuk menerima atau tidak terhadap banyaknya beban belajar yang harus mereka hadapi.
b.      Pembangunan Dibidang Pendidikan Guru Pra Jabatan
            Berdasarkan laporan-laporan, ada 2 langkah dasar yang dilakukan pemerintah orde baru untuk memodernisasikan pendidikan keguruan yang bersifat pra jabatan. Langkah-langkahnya yaitu:
1)      Menyeragamkan jenjang pendidikan guru pra jabatan, dari sistem yang merupakan gabungan antara jenjang pendidikan menengah dan jenjang perguruan tinggi menjadi sistem yang bersifat strata tunggal, yaitu semua pendidikan guru pra jabatan diselenggarakan pada jenjang perguruan tinggi.
2)      Menentukan semua pendidikan guru pra jabatan dikelola oleh Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi dengan dileburnya FKIP dan IPG pada tahun 1963 menjadi IKIP, pihak Departemen P dan K selaku pihak yang mempekerjakan para lulusan lembaga pendidikan guru merasa dikalahkan, pada tahun 1989 diputuskan semua pendidikan keguruan yang bersifat pra jabatan diselenggarakan pada jenjang perguruan tinggi. Jadi pengelolaan pendidikan keguruan dipegang oleh Departemen Jendral Pendidikan Tinggi.



3.3 Pendidikan Indonesia dari Jaman Kemerdekaan sampai Orde Baru dalam Aspek Aksiologi
3.3.1 Pendidikan Indonesia pada Jaman Kemerdekaan
            Tujuan pendidikan pada jaman kemerdekaan dirumuskan untuk mendidik warga negara yang sejati. Dengan kata lain, tujuan pendidikan pada masa itu ditekankan pada penanaman semangat patriotisme, karena pada saat itu negara dan bangsa Indonesia sedang mengalami perjuangan fisik dan sewaktu-waktu pemerintah kolonial Belanda masih mencoba untuk menjajah kembali negara Indonesia.
3.3.2 Pendidikan Indonesia pada Jaman Orde Baru
Pendidikan pada masa orde baru bukan untuk meningkatkan taraf kehidupan rakyat, apalagi untuk meningkatkan sumber daya manusia Indonesia, tetapi malah mengutamakan orientasi politik agar semua rakyat itu selalu patuh pada setiap kebijakan pemerintah. Bahwa putusan pemerintah adalah putusan yang adiluhung yang tidak boleh dilanggar. Itulah doktrin orde baru pada sistem pendidikan kita.
Indoktrinisasi pada masa kekuasan Soeharto ditanamkan dari jenjang sekolah dasar sampai pada tingkat pendidikan tinggi, pendidikan yang seharusnya mempunyai kebebasan dalam pemikiran. Pada masa itu, pendidikan diarahkan pada pengembangan militerisme yang militan sesuai dengan tuntutan kehidupan suasana perang dingin . Semua serba kaku dan berjalan dalam sistem yang otoriter.
Ahkirnya, kebijakan pendidikan pada masa orde baru mengarah pada penyeragaman. Baik cara berpakaian maupun dalam segi pemikiran. Hal ini menyebabkan generasi bangsa kita adalah generasi yang mandul. Maksudnya, miskin ide dan takut terkena sanksi dari pemerintah karena semua tindakan bisa-bisa dianggap subversif. Tindakan dan kebijakan pemerintah orde baru-lah yang paling benar. Semua wadah-wadah organisasi baik yang tunggal maupun yang majemuk, dibentuk pada budaya homogen. Bahkan partai politik pun dibatasi. Hanya tiga partai yang berhak mengikuti Pemilu.






BAB IV
PENUTUP

3.1 Simpulan
            Pendidikan menjadi sangatlah penting bagi kehidupan masyarakat, baik untuk meningkatkan taraf hidup yang lebih baik maupun untuk memajukan suatu bangsa sebagaimana yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Di indonesia sendiri pendidikan mengalami perubahan dan perkembangan sesuai dengan perkembangan jamannya. Dalam setiap perkembangan jaman tersebut tentunya terdapat berbagai upaya ataupun kebijakan yang telah dilakukan oleh pemerintah.
3.2 Saran
            Dengan adanya makalah ini diharapkan agar kita sekalian menjadi tahu dan paham tentang bagaimana pendidikan indonesia pada jaman kemerdekaan hingga orde baru, serta apa-apa saja kebijakan yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam setiap perubahan maupun perkembangan pendidikan tersebut.














DAFTAR PUSTAKA
§  Abdullah, Idi. 2011.”Sosiologi Pendidikan Individu, Masyarakat dan Pendidikan”. Jakarta: Rajawali Pers
§  Paul Johnson, Doyle. 1986. “Teori Sosiologi Klasik dan Modern”. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama
§  Etzioni, Amitai. 1982. “Organisasi-Organisasi Modern”. Penerbit : Universitas Indonesia
§  Dikutip dalam : http://pendidikan4sejarah.blogspot.com/2011/04/perkembangan-pendidikan-guru-pada-masa.html  Diakses pada 20 Oktober 2014 Pada pukul 12:43
§  Dikutip dalam : http://www.te2n.com/perkembangan-pendidikan-nasional-indonesia-merdeka-orde-baru Diakses pada 20 Oktober 2014 Pada pukul 12:47
§  Dikutip dalam : http://omkacili.blogspot.com/2011/05/sistem-pendidikan-indonesia-pada-masa.html Diakses pada 20 Oktober 2014 Pada pukul 12:49
§  Dikutip dalam : http://historyofikrie.blogspot.com/2013/05/pendidikan-pada-masa-kemerdekaan-sampai.html Diakses pada 20 Oktober 2014 Pada pukul 12:51

Tidak ada komentar:

Posting Komentar