BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Pendidikan
menjadi salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia berbangsa dan
bernegara. Setiap orang tentunya ingin memperoleh pendidikan dalam kehidupannya
dengan tujuan memperoleh pengetahuan. Pendidikan pada hakekatnya menjadi
pedoman maupun pegangan bagi manusia sebagai generasi penerus bangsa untuk
menciptakan ataupun memperbaiki kehidupan ke arah yang lebih baik serta mampu
memajukan suatu bangsa.
Di indonesia, pendidikan mengalami perubahan dan
perkembangan dari jaman kemerdekaan sampai orde baru. Perjalanan sejarah
pendidikan di Indonesia dapat dikatakan mengalami proses yang panjang dalam
setiap perubahannya. Adapun pendidikan di Indonesia dalam setiap perkembangan
jaman tersebut tidak terlepas dari adanya unsur-unsur politik maupun kebijkan
pemerintah.
Selain itu, berbagai praktek pendidikan juga telah
dialami oleh bangsa Indonesia seperti misalnya : praktek pendidikan Hindu, pendidikan Budhis, pendidikan Islam, pendidikan
zaman VOC, pendidikan kolonial Belanda, pendidikan zaman pendudukan Jepang, dan
pendidikan zaman setelah kemerdekaan (Somarsono: 1985). Dalam setiap
praktek pendidikan tersebut tentunya memiliki tujuan serta konsep yang
berbeda-beda. Meskipun demikian, pendidikan tetap menjadi penting dalam
menentukan masa depan suatu bangsa sesuai dengan perkembangan jamannya.
1.2 Perumusan
Masalah
Adapun
yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini yakni :
1.
Apa saja teori yang berhubungan dengan
pendidikan indonesia dari jaman kemerdekaan sampai orde baru?
2.
Bagaimana pendidikan indonesia dari
jaman kemerdekaan sampai orde baru ditinjau dalam aspek ontologi, epistemologi
dan aksiologi?
1.3 Tujuan
Penulisan
Adapun
tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberikan penjelasan tentang
pendidikan indonesia dari jaman kemerdekaan sampai baru. Dengan adanya
penjelasan tersebut maka pembaca akan mengetahui bagaimana perkembangan
pendidikan indonesia dari jaman kemerdekaan sampai orde baru.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Teori Kelas
Adapun
yang menjadi tokoh dalam teori kelas adalah Karl Max. Karl Max dalam teorinya
menjelaskan bahwa dalam kehidupan masyarakat senantiasa terdapat dua kelas
yakni kelas borjuis dengan kelas proletar. Kelas borjuis yakni kelas-kelas
masyarakat yng mempunyai modal dan sumber-sumber faktor produksi. Sedangkan
kelas proletar yakni kelas-kelas masyarakat yang tidak mempunyai modal ataupun
sumber-sumber faktor produksi.
Adanya
perbedaan kelas yang dikemukakan oleh Marx dalam masyarakat tersebut
menunjukkan adanya kekuatan ataupun kesempatan bagi kaum borjuis untuk
menguasai terhadap kaum proletar. Hal ini dikarenakan kaum borjuis sebagai kaum
pemilik modal berada pada lapisan sosial atas yang mampu memerintah dan
menguasai terhadap kaum proletar yang berada pada lapisan bawah.
Bila
kita kaitkan teori kelas Marx dalam pendidikan di indonesia maka dalam
pendidikan Indonesia pada jaman kemerdekaan menunjukkan adanya perbedaan kelas
dalam masyarakat yakni kaum borjuis dengan kaum proletar. Adapun yang menjadi
kaum borjuis pada masyarakat pada jaman kemerdekaan yakni orang-orang yang
memiliki jabatan dan pekerjaan dalam bidang pemerintahan dan memiliki modal.
Sedangkan yang menjadi kaum proletar dalam masyarakat yakni orang yang tidak
memiliki jabatan, atau dengan kata lain kaum-kaum pribumi yang tidak memiliki
modal.
Sehingga
dengan adanya perbedaan kelas tersebut menunjukkan bahwa orang-orang yang
memperoleh pendidikan pada jaman kemerdekaan ialah mereka yang memiliki modal
dan memiliki jabatan ataupun pekerjaan dalam bidang pemerintahan. Dan pada masa jaman kemerdekaan menunjukkan
bahwa orang-orang yang tergabung dalam kelas borjuis hanya berjumlah sedikit.
Hal ini tersebut juga menunjukkan bahwa pendidikan bangsa indonesia pada jaman
kemerdekaan begitu memperihatinkan.
Hal
ini terbukti bahwa pada jaman tersebut dari sejumlah anak-anak usia sekolah
hanya beberapa persen saja yang dapat menikmati sekolah. Adapun anak usia
sekolah tersebut dapat bersekolah dikarenakan kepemilikan modal ataupun jabatan
yang dimiliki oleh orang tuanya. Sehingga sisanya pada jaman kemerdekaan
Indonesia menunjukkan bahwa 90% penduduk indonesia masih buta huruf. Hal ini
karena pada jaman tersebut masyarakat Indonesia masih merasakan berbagai
kesulitan baik dalam bidang sosial, ekonomi maupun politik.
Selain
itu, dalam hal yang mengusai dengan mereka yang dikuasai menunjukkan bahwa
pendidikan di Indonesia pada jaman kemerdekaan masih dikuasai oleh para para
penjajah. Hal ini terbukti dengan kurikulum pendidikan di Indonesia
pada jaman kemerdekaan tersebut masih dipengaruhi sistem pendidikan kolonial
Belanda dan Jepang. Sehingga hanya meneruskan yang pernah digunakan sebelumnya.
2.2 Teori Tindakan Sosial
Adapun yang
menjadi tokoh teori tindakan sosial yakni Max Weber. Weber dalam teorinya
menjelaskan bahwa “Tindakan sosial adalah tindakan
manusia yang dapat mempengaruhi individu-individu lainnya dalam
masyarakat serta mempunyai maksud tertentu, suatu tindakan sosial adalah
tindakan yang dilakukan dengan mempertimbangkan perilaku orang lain dan
berorientasi pada perilaku orang lain”.
Bila dikaitkan dengan pendidikan Indonesia pada jaman
kemerdekaan menunjukkan adanya tindakan-tindakan sosial yang dilakukan oleh
badan-badan perjuangan yang memusnahkan gedung-gedung sekolah serta sebagian
memanfaatkannya sebagai kantor umum untuk para tentara dimana hal tersebut
tentu sangat berpengaruh terhadap pendidikan di Indonesia.
Dengan adanya tindakan sosial yang dilakukan oleh
badan-badan perjuangan mengakibatkan pendidikan Indonesia mengalami keadaan
yang cukup parah, baik mencakup sarana maupun prasarananya seperti misalnya
gedung-gedung sekolah yang rusak, alat pengajaran yang hilang atau rusak serta
keadaan gurunya yang menyedihkan yakni guru-guru banyak meninggalkan lapangan
pendidikan untuk memasuki dinas ketentaraan.
Selain itu, bila diihat pada jaman orde baru dikatakan
bahwa kualitas pendidikan di Indonesia masih tidak bisa terjaga dengan baik.
Hal ini dikarenakan pemerintah Indonesia kekurangan akan tenaga pengajar yakni
guru. Sekolah Pendidikan Guru yang
berdiri pada awal kemerdekaan tidak cukup menyediakan lulusannya yang siap
pakai. Jumlah sekolah melebihi kapasitas guru yang ada.
Akibatnya, pemerintah mengambil jalan pintas. Semua lulusan setingkat SLTA
diperbolehkan menjadi guru meski mereka tidak memiliki kemampuan dan ketrampilan
sebagai guru yang layak. Adanya tindakan sosial yakni jalan pintas yang
dilakukan pemerintah tersebut tentu sangat berpengaruh terhadap kualitas
pendidikan di Indonesia. Karena dikatakan bahwa kemampuan dan keterampilan
sebagai guru saja tidak layak, sehingga bagaimana mungkin guru dapat memberikan
pendidikan yang berkualiitas kepada anak didiknya.
2.3 Teori Post-Strukturalisme
Adapun yang menjadi tokoh dalam teori post-strukturalisme
yakni Michel Foucault. Teori Post-strukturalisme meyakini bahwa individu
menciptakan suatu struktur, dan dari struktur tersebutlah kemudian tercipta
identitas. Post-rukturalisme juga menekankan hubungan antara ilmu pengetahuan
dan power (kekuasaan). Hubungan antar ilmu pengetahuan dan power (kekuasaan)
semakin kuat dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan.
Bila kita kaitkan dengan pendidikan indonesia pada
jaman orde baru bahwa pemerintahan orde baru yang dipimpin oleh Soeharto
sebagai sebuah struktur yang memiliki kekuasaan dalam bidang pemerintahan
menunjukkan bahwa pendidikan di Indonesia sudah bergerak ke arah perubahan yang
signifikan. Hal ini sesuai dengan Motto yang dikedepankan oleh Soeharto yakni “membangun manusia Indonesia seutuhnya dan
Masyarakat Indonesia”,
Pada masa orde
baru seluruh bentuk pendidikan ditujukkan untuk memenuhi hasrat penguasa,
terutama untuk pembangunan nasional. Siswa sebagai peserta didik, dididik untuk
menjadi manusia “pekerja” yang kelak akan berperan sebagai alat penguasa
dalam menentukan arah kebijakan negara. Pendidikan bukan ditujukan untuk
mempertahankan eksistensi manusia, namun untuk mengeksploitasi intelektualitas
mereka demi hasrat kepentingan penguasa.
Selain itu, dengan adanya perubahan-perubahan kurikulum sebagai salah satu
kebijakan yang diambil oleh pemerintah yang mempunyai kekuasaan sebagi sebuah
struktur menunjukkan bahwa adanya sikap serta keinginan untuk memperbaiki
sistem pendidikan di Indonesia kearah yang lebih baik lagi.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1
Pendidikan Indonesia dari Jaman Kemerdekaan sampai Orde Baru dalam Aspek
Ontologi
3.1.1 Pendidikan Indonesia pada Jaman Kemerdekaan
Secara garis
besar pendidikan di awal kemerdekaan diupayakan untuk dapat menyamai dan
mendekati sistem pendidikan di negara-negara maju. Pada masa peralihan
antara tahun 1945-1950 bangsa Indonesia merasakan berbagai kesulitan baik di
bidang sosial ekonomi, politik maupun kebudayaan, termasuk pendidikan. Dari
sejumlah anak-anak usia sekolah hanya beberapa persen saja yang dapat menikmati
sekolah, sehingga sisanya 90% penduduk Indonesia masih buta huruf.
Kurikulum
pasca kemerdekaan kemerdekaan saat itu diberi nama Leer Plan dalam
bahasa Belanda artinya Rencana Pelajaran, lebih terkenal ketimbang kurikulum1947.
Pada saat itu, kurikulum pendidikan di Indonesia masih dipengaruhi sitem
pendidikan kolonial Belanda dan Jepang. Sehingga hanya meneruskan yang pernah
digunakan sebelumnya. Rencana Pelajaran 1947 dikatakan sebagai pengganti sitem
pendidikan kolonial Belanda. Karena saat itu bangsa Indonesia masih dalam
semangat juang merebut kemerdekaan dan bertujuan untuk pembentukan karakter
manusia Indonesia yang merdeka dan berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain di
muka bumi.
Yang diutamakan pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat, materi
pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian
dan pendidikan jasmani. Tata susunan persekolahan sesudah Indonesia merdeka
yang berdasarkan satu jenis sekolah untuk tiga tingkat pendidikan seperti pada
zaman Jepang tetap diteruskan sedangkan rencana pembelajaran pada umumnya sama
dan bahasa Indonesia ditetapkan sebagai bahasa pengantar untuk sekolah.
Buku-buku pelajaran yang digunakan adalah buku-buku hasil terjemahan dari
bahasa Belanda ke dalam bahsa Indonesia yang sudah dirintis sejak jaman Jepang.
Adapun
susunan persekolahan dan kurikulum yang berlaku sejak tahun 1945-1950 adalah
sebagai berikut:
1) Pendidikan Rendah
Pendidikan yang terendah di Indonesia sejak awal kemerdekaan yang disebut
dengan Sekolah Rakyat (SR) lama pendidikannya semula 3 tahun. Maksud pendirian
SR ini adalah selain meningkatkan taraf pendidikan pada masa sebelum
kemerdekaan juga dapat menampung hasrat yang besar dari mereka yang hendak
bersekolah. Mengingat kurikulum SR diatur sesuai dengan putusan Menteri PKK
tanggal 19 nopember 1946 NO 1153/Bhg A yang menetapkan daftar pelajaran SR
dimana tekanannya adalah pelajaran bahasa berhitung. Hal ini dapat telihat
bahawa dari 38 jam pelajaran seminggu, 8 jam adalah untuk bahasa Indonesia, 4
jam untuk bahasa daerah dan 17 jam berhitung untuk kelas IV< V dan VI.
Tercatat sejumlah 24.775 buah SR pada akhir tahun 1949 pada akhir tahun 1949 di
seluruh Indonesia.
Ada
dua jenis pendidikan Umum yaitu sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah
menengah Tinggi (SMT).
§ Sekolah
Menengah Pertama (SMP) seperti halnya pada zaman jepang, SMP mempergunakan
rencana pelajaran yang sama pula, tetapi dengan keluarnya surat keputusan
menteri PPK thun 1946 maka diadakannya pembagian A dan B mulai kelas II
sehingga terdapat kelas II A,IIB, IIIA dan IIIB. Dibagian A diberikan juga
sedikit ilmu alam dan ilmu pasti. Tetapi lebih banayak diberikan pelajaran
bahasa dan praktek administrasi. Dibagian B sebaliknya diberikan Ilmu Alam dan
Ilmu Pasti.
§ Sekolah
Menengah Tinggi (SMT): Kementerian PPK hanya mengurus langsung SMT yang ada di
jawa terutama yang berada di kota-kota sperti: Jakarta,bandung, semarang,
Yogyakarta, Surakarta, Surabaya dan Cirebon. SMT di Luar Jawa berada di bawah
pengawasan pemerintah daerah berhubung sulitnya perhubungan dengn pusat. SMT
merupakan pendidikan tiga tahun setelah SMP dan setelah lulus dapat melanjutkan
ke perguruan tinggi. Mengenai rencana pelajaran belum jelas, dan yang diberikan
adalah rencana pelajaran dalam garis besar saja. Karena pada waktu itu msaih
harus menyesuaikan dengan keadaan zaman yang masih belum stabil.
Demikian
rencana pembelajaran yang berlaku yaitu: (1) isinya memenuhi kebutuhan
nasional, (2) bahasa pengantarnya adalah bahasa Indonesia, (3) mutunya
setingkat dengan SMT menjelang kemerdekaan. Ujian akhir dapat diselenggarakan
oleh masing-masing sekolah selama belum ada ujian negara, tetapi setelah tahun
1947 barulah berlaku ujian negara tersebut.
2) Pendidikan Guru
Dalam
periode antara tahun 1945-1950 dikenal tiga jenis pendidikan guru yaitu:
§ Sekolah Guru
B (SGB) lama pendidikan 4 tahun dan tujuan pendidikan guru untuk sekolah
rakyat. Murid yang diterima adalah tamatan SR yang akan lulus dalam ujian masuk
sekolah lanjutan. Pelajaran yang diberikan bersifat umum untuk di kelas
I,II,III sedangkan pendidikan keguruan baru diberikan di kelas IV. Untuk kelas
IV ini juga dapat diterima tamatan sekolah SMP,SPG dipimpin oleh seorang kepala
sekolah yang membawahinya sejumlah guru dan diantaranya merupakan tenaga tidak
tetap karena memang sangat kekuarangan guru tetap. Adapun sistem ujian
pelaksanaannya dipecah menjadi dua yaitu, perta ditempuh di kelas II dan ujian
kedua di kelas IV.
§ Sekolah Guru
C (SGC) berhubung kebutuhan guru SR yang mendesak maka terasa perlunya
pembukaan sekolah guru yang dalam tempo singkat dapat menghasilkan. Untuk
kebutuhan tersebut didirikan sekolah guru dua tahun setelah SR dan di kenal
dengan sebutan SGC tetapi karena dirasakan kurang bermanfaat kemudian ditutup
kembali dan diantaranya dijadikan SGB.
§ Sekolah guru
A (SGA) karena adanya anggapan bahwa pendidikan guru 4 tahun belum menjamin
pengetahuan cukup untuk taraf pendidikan guru, maka dibukalah SGA yang memberi
pendidikan tiga tahun sesudah SMP. Disamping Itu dapat pula diterima
pelajar-pelajar dari lulusan kelas III SGB. Mata pelajaran yang diberikan di
SGA sama jenisnya dengan mata pelajaran yang diberikan di SGB hanya
penyelenggaraannya lebih luas dan mendalam.
3) Pedidikan Kejuruan
Yang
dimaksud dengan pendidikan kejuruan adalah Pendidikan ekonomi dan pendidikan
kewanitaan:
§ Pendidikan
ekonomi: pada awal kemerdekaan pemerintah baru dapat membuka sekolah dagang
yang lama, pendidikannya tiga tahun sesudah Sekolah Rakyat. Sekolah dagang ini
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan tenaga administrasi atau pembukuan,
sedangkan penyelenggaraan sekolah dagang tersebut dilaksanakan oleh inspektur
sekolah dagang.
§ Pendidikan
Kewanitaan: sesudah kemerdekaan pemerintah membuka Sekolah Kepandaian Putri
(SKP) dan pada tahun 1947 sekolah guru kepandaian putri (SGKP) yang lama
pelajaranya empat tahun setelah SMP atau SKP.
4) Pendidikan Teknik
Seperti sekolah lain, keadaan Sekolah Teknik tidaklah teratur karena disamping
pelajarnya sering terlibat dalam pertahanan negara, sekolah tersebut
kadang-kadang juga dipakai sebagai pabrik senjata. Sekolah Teknik di Solo
misalnya, dikerahkan untuk membuat senjata yang sangat diperlukan kendali
apaadanya. Adapun sekolah-sekolah teknik yang ada pada masa itu ialah:
a.
Kursus Kerajinan Negeri (KKN): sekolah/kursus ini
lamanya satu tahun lamanya dan merupakan pendidikan teknik terendah berdasarkan
SR enam tahun. KKN terdiri atas jurusan-jurusan: kayu, besi,anyaman.perabot
rumah, las dan batu.
b.
Sekolah Teknik Pertama (STP): bertujuan mendapatkan
tenaga tukang yang terampil tetapi disertai dengan pengetahuan teori. Lama
pendidikan ini dua tahun sesudah SR dan terdiri atas jurusam-jurusan: kayu,
batu, keramik, perabot rumah, anyaman, besi ,listrik, mobil, cetak, tenun
kulit, motor, ukur tanah dan cor.
c.
Sekolah Teknik (ST): bertujuan mendidik tenaga-tenaga
pengawasan bangunan. Lama pendidikan dua tahun stelah STP atau SMP bagian B dan
meliputi jurusan-jurusan: bangunan gedung, bangunan air dan jalan, bangunan
radio, bangunan kapal, percetakan dan pertambangan.
d.
Sekolah Teknik menengah (STM): bertujuan mendidik tenaga
ahli teknik dan pejabat-pejabat teknik menengah. Lama pendidikan empat tahun
setelah SMP bagian B atau ST dan terdiri atas jurusn-jurusan: bangunnan gedung,
bangunan sipil, bangunan kapal, bangunan mesin, bangunan mesin, bangunan
listrik, bangunan mesin kapal, kimia, dan pesawat terbang.
e.
Pendidikan guru untuk sekolah-sekolah teknik: untuk
memenuhi keperluan guru-guru sekolah teknik, dibuka sekolah/kursus-kursus untuk
mendidik guru yang menghasilkan:
§ Ijazah A
Teknik (KGSTP) guna mengajar dengan wewenang penuh pada STP dalam jurusan:
bangunan sipil, mesin, listrik dan mencetak.
§ Ijazah B I
Teknik (KGST) untuk mengajar dengan wewenang penuh pada ST/STM kelas I dalam
jurusan bangunan sipil, bangunan gedung-geung dan mesin.
§ Ijazah B II
Teknik guna mengajar dengan wewenang penuh pada STM dalam jurusan bangunan
sipil, bangunan gedung, mesin dan listrik.
5) Pendidikan Tinggi
Dalam periode 1945-1950 kesempatan untuk meneruskan studi pendidikan tinggi
semakin terbuka lebar bagi warga negara tanpa syarat. Lembaga pendidikan ini
berkembang pesat tetapikarena adanya pelaksanaannya di lakukan perjuangan fisik
maka perkuliahan kerap kali di sela dengan perjuangan garis depan.
Lembaga pendidikan yang ada adalah Universitas Gajah Mada, beberapa sekolah
tinggi dan akademi di Jakarta (daerah kependudukan) Klaten, Solo dan
Yogyakarta. Perkembangan pendidikan tinggi sesudah proklamasi kendati mengalami
berbagai tantangan, tetapi tidak juga dapa dipisahkan dari perjuangan
mempertahankan kemerdekaan dan merupakan salah satu kekuatan dari seluruh
kekuatan rakyat Indonesia. Sejak awal kemerdekaan di Jakarta pada waktu
merupakan daerah pendudukan Belanda, berdiri sekolah Tinggi kedokteran sebagai
kelanjutan Ika Daigaku zaman Jepang. Pada bulan Nopember 1946 dibuka pula
Sekolah Tinggi Hukum serta filsafat dan sastra. Setelah aksi agresi militer I
kedua lembaga pendidikan tinggi terakhir in di tutup oleh belanda sehingga
secara resmi sudah tidak ada lagi, dengan demikian pendidikan tinggi waktu itu
terpecah menjadi dua yaitu pendidikan tinggi republik dan Pendidikan tingkat
tinggi pendudukan Belanda.
3.1.2 Pendidikan Indonesia pada Jaman Orde Baru
Pada masa Orde Baru,
pendidikan mengalami perubahan yang cukup signifikan. Agar bangsa Indonesia
memiliki kualitas pendidikan yang sama dengan negara-negara maju lainnya, maka
secara kuantitas dibangunlah semua sarana pendidikan di setiap daerah. Alhasil,
sekolah begitu banyak berdiri di tanah air. Secara kuantitatif pendidikan
mengalami perkembangan yang pesat. Setiap anak dapat bersekolah dengan mudah.
Namun di sisi lain, kualitas
tidak bisa terjaga dengan baik. Kekurangan guru yang baik menjadi problematika
pemerintah Indonesia. Sekolah Pendidikan Guru yang berdiri pada awal
kemerdekaan tidak cukup menyediakan lulusannya yang siap pakai. Jumlah sekolah
melebihi kapasitas guru yang ada. Akibatnya, pemerintah mengambil jalan pintas.
Semua lulusan setingkat SLTA diperbolehkan menjadi guru meski mereka tidak
memiliki kemampuan dan ketrampilan sebagai guru yang layak.
Di daerah-daerah, terjadi
kemerosotan pendayagunaan sarana dan prasarana. Artinya terjadi jurang pemisah
yang sangat tajam antara sekolah desa dengan sekolah di pusat perkotaan.
Sekolah desa hanya mengandalkan kebijakan pusat yang bersifat proyek.
Pembangunan ruang kelas berhasil, namun penyediaan sarana dan prasarana lainnya
tidak mendukung. Sementara itu, sekolah perkotaan dengan bantuan orang tua
siswa dan akses yang mudah pada pemerintah pusat mendapatkan bantuan buku-buku
perpustakaan dan sarana pendukung lain yang baik.
Orde baru berlangsung dari tahun
1968 hingga 1998, dan dapat dikatakan sebagai era pembangunan nasional. Dalam
bidang pembangunan pendidikan, khususnya pendidikan dasar, terjadi suatu
loncatan yang sangat signifikan dengan adanya Instruksi Presiden (Inpres)
Pendidikan Dasar. Namun, yang disayangkan adalah pengaplikasian inpres ini
hanya berlangsung dari segi kuantitas tanpa diimbangi dengan perkembangan
kualitas. Yang terpenting pada masa ini adalah menciptakan lulusan terdidik
sebanyak-banyaknya tanpa memperhatikan kualitas pengajaran dan hasil didikan.
Pelaksanaan pendidikan pada masa
orde baru ternyata banyak menemukan kendala, karena pendidikan orde baru
mengusung ideologi “keseragaman” sehingga memampatkan kemajuan dalam bidang
pendidikan. EBTANAS, UMPTN, menjadi seleksi penyeragaman intelektualitas
peserta didik.
Pada pendidikan orde baru kesetaran
dalam pendidikan tidak dapat diciptakan karena unsur dominatif dan submisif
masih sangat kental dalam pola pendidikan orde baru. Pada masa ini, peserta
didik diberikan beban materi pelajaran yang banyak dan berat tanpa
memperhatikan keterbatasan alokasi kepentingan dengan faktor-faktor kurikulum
yang lain untuk menjadi peka terhadap lingkungan. Beberapa hal negatif
lain yang tercipta pada masa ini adalah:
1)
Produk-produk pendidikan diarahkan untuk menjadi
pekerja. Sehingga, berimplikasi pada hilangnya eksistensi manusia yang hidup
dengan akal pikirannya (tidak memanusiakan manusia).
2)
Lahirnya kaum terdidik yang tumpul akan kepekaan
sosial, dan banyaknya anak muda yang berpikiran positivistik
3)
Hilangnya kebebasan berpendapat.
Pemerintah orde baru yang dipimpin
oleh Soeharto megedepankan motto “membangun manusia Indonesia seutuhnya dan
Masyarakat Indonesia”. Pada masa ini seluruh bentuk pendidikan ditujukkan
untuk memenuhi hasrat penguasa, terutama untuk pembangunan nasional. Siswa
sebagai peserta didik, dididik untuk menjadi manusia “pekerja” yang kelak
akan berperan sebagai alat penguasa dalam menentukan arah kebijakan negara.
Pendidikan bukan ditujukan untuk mempertahankan eksistensi manusia, namun untuk
mengeksploitasi intelektualitas mereka demi hasrat kepentingan penguasa.
Yang lebih
menyedihkan dari kebijakan pemerintahan orde baru terhadap pendidikan adalah
sistem doktrinisasi. Yaitu sebuah sistem yang memaksakan paham-paham
pemerintahan orde baru agar mengakar pada benak anak-anak. Bahkan dari sejak
sekolah dasar sampai pada tingkat perguruan tinggi , diwajibkan untuk mengikuti
penetaran P4 yang berisi tentang hapalan butir-butir Pancasila. Proses
indoktrinisasi ini tidak hanya menanamkan paham-paham orde baru, tetapi juga
sistem pendidikan masa orde baru yang menolak segala bentuk budaya asing, baik
itu yang mempunyai nilai baik ataupun mempunyai nilai buruk. Paham orde baru
yang membuat kita takut untuk melangkah lebih maju.
3.2 Pendidikan Indonesia dari Jaman Kemerdekaan sampai
Orde Baru dalam Aspek Epistemotologi
3.2.1 Pendidikan Indonesia pada Jaman Kemerdekaan
Revolusi kemerdekaan Indonesia
mengakibatkan pendidikan mengalami keadaan cukup parah, karena baik sarana
maupun prasaranannya termasuk antara lain gedung-gedung sekolah, alat
pengajaran dan guru-guru keadaannya sangat menyedihkan. Sebagian dari gedung-gedung
sekolah dimusnahkan oleh badan-badan perjuangan dan diantaranya ada juga yang
untuk seterusnya dipakai sebagai kantor umum atau diduduki tentara. Alat
pelajaran pun banyak hilang atau rusak, sedangkan guru-guru banyak meninggalkan
lapangan pendidikan untuk memasuki dinas ketentaraan.
Beberapa
badan usaha merencanakan pembaharuan di bidang pendidikan dan menyerahkan
bahan-bahan sistem pendidikan yang bersifat nasional. Yang baru ditentukan
adalah dasar pendidikan berlandaskan Pancasila yang merupakan falsafah negara,
kendati baru pada penentuan saja karena belum lagi diterangkan begaimana
mendudukan dasar itu pada tiap-tiap pelajaran. Pada tanggal 29 Desember 1945
Badan Pekerja KNIP mengusulkan kepada kementerian Pendidikan, Pengajaran dan
Kebudayaan supaya segera mungkin mengusahakan agar pembaharuan pendidikan dan
pengajaran dijalankan sesuai dengan rencana pokok-pokok usaha pendidikan dan
pengajaran baru. Adapun pokok-pokok pengajaran tersebut adalah:
- Untuk menyusun masyarakat baru perlu adanya perubahan pedoman pendidikan dan pengajaran. Paham perseorangan yang hingga kini berlaku haruslah diganti dengan paham kesusilaan dan peri kemanusiaan yang tinggi. Pendidikan dan pengajaran harus membimbing murid-murid menjadi warga negara yang mempunyai rasa tanggung jawab.
- Untuk memperkuat persatuan rakyat kita hendaknya diadakan satu macam sekolah untuk segala lapisan masyarakat.
- Metode yang berlaku di sekolah-sekolah hendaknya berdasarkan sistem sekolah kerja agar aktivitas rakyat kita kepada pekerjaan bisa berkembang seluas-luasnya. Lain dari perguruan-perguruan biasa hendaklah diadalkan perguruan orang dewasa yang memberi pelajaran pemberantasan buta huruf dan seterusnya hingga bersifat Taman Imu Rakyat.
- Pengajaran agama hendaknya mendapat tempat yang teratur seksama, hingga cukup mendapat perhatian yang semestinya dengantidak mengurangi kemerdekaan golongan-golongan yang berkehendak mengikuti kepercayaan yang dipeluknya. Madrasah dan pesantren-pesantren yang pada hakekatnya adalah satu alat dan sumber pendidikan dan pencerdasan rakyat jelata, yang sudah berurat bakar dalam masyarakat Indonesia umumnya.
- Pengajaran tinggi hendaknya diadakan seluas-luasnya dan jika perlu dengan menggunakan bantuan bangsa asing sebagai guru besar. Lain dari hal itu hendaklah diusahakan berlakunya pengiriman pelajar-pelajar ke luar negeri untuk keperluan negara.
- Kewajiban belajar dengan lambat laun dijalankan dengan ketentuan bahwa dengan tempo yang sesingkat-singkatnya paling lama 10 tahun, bisa berlaku dengan sempurna dan merata.
- Pengajaran tekhnik dan ekonomi terutama pengajaran pertanian, industri, pelayaran dan perikanan hendaklah mendapat perhatian istimewa.
- Pengajaran kesehatan dan olahraga hendaklah tertur sebaik-baiknya hingga terdapat kemudian hasil kecerdasan rakyat yang harmonis.
- Di sekolah Rendah tidak dipungut uang sekolah. Untuk sekolah Mengah dan Perguruan Tinggi hendaklah diadakan aturan pembayaran dan tunjangan yang luas, sehingga soal keuangan jangan menjadi halangan bagi pelajar-pelajar yang kurang mampu.
Sebelum
diundangkan Undang-Undang No 4 tahun 1950 mengenai dasar-dasar pendidikan dan
pengajaran di sekolah oleh presiden RI dan Menteri PP dan K yaitu S.
Mangunsarkoro, pemerintah tela melakukan berbagai usaha di lapangan pendidikan.
Usaha-usaha tersebut adalah:
- Sejak Panitia Persiapan Kemerdekaan pada zama Jepang telah terdapat didalamnya. Sub Panitia Pendidikan dan Pengajaran yang bertugas merumuskan rencana cita-cita dan usaha-usaha pendidikan dan pengajaran seperti telah di kemukakan.
- Setelah proklamasi kemrdekaan, di dalam UUD 1945 dicantumkan pula pasal tentang pendidikan, yakni pasal 31 yang diuraikan lebih lanjut dalam Undang-Undang Pendidikan dan Pengajaran (UUPP).
- Tahun 1946, Menteri Pendiika Pengajaran dan Kebudayaan membentuk Panitia Penyelidik Pendidikan Pengajaran yang berugas meninjau kembali dasar-dasar, isi, susunan dan seluruh usaha pendidikan dan pengajaran
- Tahun 1947 diadakan kongres pendidikan Indonesia di Solo
- Tahun 1948 menteri PP dan K membentuk panitia pembentukan rencana UUPP yang bertugas menyusun rencana UUPP.
- Tahun 1949 kongres pendidikan di Yogyakarta dengan tugas merumuskan dasar-dasar pendidikan dan lain-lain.
- Tahun 1950 rencana UUPP diterima oleh BPKNIP dengan suara terbanyak. Setelah disahkan oleh Acting Presiden dan Menteri PP dan K maka RUU itu diresmikan menjadi Undang-undang No 4 Tahun 1950 dengan nama undang-undang tentang dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah.
3.2.2 Pendidikan Indonesia pada Jaman Orde Baru
Adapun yang
menjadi upaya ataupun kebijakan pemerintah dalam pendidikan pada jaman orde
baru yakni :
a. Pembangunan Dibidang Pendidikan
Pembangunan
dibidang pendidikan memiliki 2 fungsi dalam keseluruhan kerangka pembangunan
ekonomi yaitu:
1) Mengusahakan
agar kesempatan mendapatkan pendidikan menjadi terjangkau oleh semua
masyarakat.
2) Meningkatkan
secara berangsur-angsur kualitas sumber daya manusia Indonesia melalui
pendidikan yang bermutu.
Untuk
meningkatkan mutu pendidikan ini pemerintah masa orde baru melakukan:
1.
Peningkatan
Mutu Pendidikan Kejuruan
Peningkatan
ini melalui memutakhirkan struktur pendidikan kejuruan sesuai dengan
perkembangan zaman. Dalam struktur pendidikan kejuruan yang baru muncul
sekolah-sekolah menengah kejuruan dibidang manajemen bisnis, pariwisata, dan
perhotelan. Padahal dulu hanya ada 4 jenis sekolah menengah kejuruan yaitu
pertanian, tehnik, ekonomi, dan kejuruan rumah tangga. Selanjutnya adalah
memodernisasi program pendidikan atau kurikulum di semua bidang kejuruan dari
pertanian teknologi sampai kejuruan rumah tangga.
2.
Tindakan
Darurat
Tamatan
SGA yang menurut rencana semula akan ditempatkan sebagai guru SD diangkat
menjadi guru SMP dan SGB. Pada tahun 1952 dibangun Pendidikan Guru Sekolah
Lanjutan Pertama (PGSLP). Lama pendidikan PGSLP mula-mula ditetapkan 1 tahun,
namun mulai 1 September 1958 lama pendidikan ini diperpanjang menjadi 2 tahun
dan lamanya diubah menjadi Pendidikan Guru Sekolah Lanjutan Atas (PGSLA). Siswa
PGSLP ini diambil dari para lulusan SGA yang telah ditempatkan sebagai guru
sekolah menengah. PGSLP ditutup secara menyeluruh pada tahun ajaran 1978/1979.
3.
Peningkatan
Mutu Pendidikan Umum
Peningkatan pendidikan ini dilakukan
melalui peningkatan mutu guru melalui penatara-penataran guru dalam jabatandan
peningkatan mutu kurikulum SD sampai kurikulum SMU. Dari program-program
penataran ini lahir PPPG (Pusat Pengembangan Penataran Guru). Sejak tahun 1977
sampai 1991 didirikan 6 PPPG untuk peningkatan pendidikan umum dan 4 PPPG untuk
peningkatan pendidikan kejuruan.
4.
Pembaharuan
Kurikulum
Pada jaman
orde baru ada beberapa kurikulum yang digunakan sebagai salah satu kebijakan
pemerintah dalam bidang pendidikan. Kurikulum-kurikulum yang digunakan pada
masa orde baru tersebut yakni sebagai berikut:
1) Kurikulum
1968
Kurikulum 1968 menekankan pendekatan
organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar,
dan kecakapan khusus. Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tidak
mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan. Pada masa ini siswa hanya
berperan sebagai pribadi yang masif, dengan hanya menghapal teori-teori yang
ada, tanpa ada pengaplikasian dari teori tersebut. Aspek afektif dan
psikomotorik tidak ditonjolkan pada kurikulum ini. Praktis, kurikulum ini hanya
menekankan pembentukkan peserta didik hanya dari segi intelektualnya saja.
2) Kurikulum
1975
Kurikulum 1975 menekankan pada
tujuan, agar pendidikan lebih efektif dan efisien berdasar MBO (management
by objective). Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur
Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI), yang dikenal dengan istilah
“satuan pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap
satuan pelajaran dirinci menjadi : tujuan instruksional umum (TIU),
tujuan instruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan
belajar-mengajar, dan evaluasi.
Pada kurikulum ini peran guru
menjadi lebih penting, karena setiap guru wajib untuk membuat rincian tujuan
yang ingin dicapai selama proses belajar-mengajar berlangsung. Tiap guru harus
detail dalam perencanaan pelaksanaan program belajar mengajar. Setiap tatap
muka telah di atur dan dijadwalkan sedari awal. Dengan kurikulum ini semua
proses belajar mengajar menjadi sistematis dan bertahap.
3) Kurikulum
1984
Kurikulum 1984 mengusung “process
skill approach”. Proses menjadi lebih penting dalam pelaksanaan
pendidikan. Peran siswa dalam kurikulum ini menjadi mengamati sesuatu,
mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara
Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Active Leaming (SAL).
CBSA memposisikan guru sebagai fasilitator, sehingga bentuk kegiatan ceramah
tidak lagi ditemukan dalam kurikulum ini. Pada kurikulum ini siswa diposisikan
sebagai subjek dalam proses belajar mengajar. Siswa juga diperankan dalam
pembentukkan suatu pengetahuan dengan diberi kesempatan untuk mengemukakan
pendapat, bertanya, dan mendiskusikan sesuatu.
4) Kurilukum
1994
Kurikulum 1994 merupakan hasil upaya
untuk memadukan kurikulum-kurikulum sebelumnya, terutama kurikulum 1975 dan
1984. Pada kurikulum ini bentuk opresi kepada siswa mulai terjadi dengan
beratnya beban belajar siswa, dari muatan nasional sampai muatan lokal. Materi
muatan lokal disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa
daerah kesenian, keterampilan daerah, dan lain-lain.
Berbagai kepentingan
kelompok-kelompok masyarakat juga mendesak agar isu-isu tertentu masuk dalam
kurikulum. Akhirnya, Kurikulum 1994 menjelma menjadi kurikulum super padat.
Siswa dihadapkan dengan banyaknya beban belajar yang harus mereka tuntaskan,
dan mereka tidak memiliki pilihan untuk menerima atau tidak terhadap banyaknya
beban belajar yang harus mereka hadapi.
b.
Pembangunan
Dibidang Pendidikan Guru Pra Jabatan
Berdasarkan
laporan-laporan, ada 2 langkah dasar yang dilakukan pemerintah orde baru untuk
memodernisasikan pendidikan keguruan yang bersifat pra jabatan.
Langkah-langkahnya yaitu:
1)
Menyeragamkan jenjang pendidikan guru
pra jabatan, dari sistem yang merupakan gabungan antara jenjang pendidikan
menengah dan jenjang perguruan tinggi menjadi sistem yang bersifat strata
tunggal, yaitu semua pendidikan guru pra jabatan diselenggarakan pada jenjang
perguruan tinggi.
2)
Menentukan semua pendidikan guru pra
jabatan dikelola oleh Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi dengan dileburnya
FKIP dan IPG pada tahun 1963 menjadi IKIP, pihak Departemen P dan K selaku
pihak yang mempekerjakan para lulusan lembaga pendidikan guru merasa
dikalahkan, pada tahun 1989 diputuskan semua pendidikan keguruan yang bersifat
pra jabatan diselenggarakan pada jenjang perguruan tinggi. Jadi pengelolaan
pendidikan keguruan dipegang oleh Departemen Jendral Pendidikan Tinggi.
3.3 Pendidikan Indonesia dari Jaman Kemerdekaan sampai
Orde Baru dalam Aspek Aksiologi
3.3.1 Pendidikan Indonesia pada Jaman Kemerdekaan
Tujuan
pendidikan pada jaman kemerdekaan dirumuskan untuk mendidik warga negara yang
sejati. Dengan kata lain, tujuan pendidikan pada masa itu ditekankan pada
penanaman semangat patriotisme, karena pada saat itu negara dan bangsa
Indonesia sedang mengalami perjuangan fisik dan sewaktu-waktu pemerintah
kolonial Belanda masih mencoba untuk menjajah kembali negara Indonesia.
3.3.2 Pendidikan Indonesia pada Jaman Orde Baru
Pendidikan
pada masa orde baru bukan untuk meningkatkan taraf kehidupan rakyat, apalagi
untuk meningkatkan sumber daya manusia Indonesia, tetapi malah mengutamakan
orientasi politik agar semua rakyat itu selalu patuh pada setiap kebijakan
pemerintah. Bahwa putusan pemerintah adalah putusan yang adiluhung yang tidak
boleh dilanggar. Itulah doktrin orde baru pada sistem pendidikan kita.
Indoktrinisasi
pada masa kekuasan Soeharto ditanamkan dari jenjang sekolah dasar sampai pada
tingkat pendidikan tinggi, pendidikan yang seharusnya mempunyai kebebasan dalam
pemikiran. Pada masa itu, pendidikan diarahkan pada pengembangan militerisme yang
militan sesuai dengan tuntutan kehidupan suasana perang dingin . Semua serba
kaku dan berjalan dalam sistem yang otoriter.
Ahkirnya,
kebijakan pendidikan pada masa orde baru mengarah pada penyeragaman. Baik cara
berpakaian maupun dalam segi pemikiran. Hal ini menyebabkan generasi bangsa
kita adalah generasi yang mandul. Maksudnya, miskin ide dan takut terkena
sanksi dari pemerintah karena semua tindakan bisa-bisa dianggap subversif.
Tindakan dan kebijakan pemerintah orde baru-lah yang paling benar. Semua
wadah-wadah organisasi baik yang tunggal maupun yang majemuk, dibentuk pada
budaya homogen. Bahkan partai politik pun dibatasi. Hanya tiga partai yang
berhak mengikuti Pemilu.
BAB
IV
PENUTUP
3.1 Simpulan
Pendidikan
menjadi sangatlah penting bagi kehidupan masyarakat, baik untuk meningkatkan
taraf hidup yang lebih baik maupun untuk memajukan suatu bangsa sebagaimana
yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Di
indonesia sendiri pendidikan mengalami perubahan dan perkembangan sesuai dengan
perkembangan jamannya. Dalam setiap perkembangan jaman tersebut tentunya
terdapat berbagai upaya ataupun kebijakan yang telah dilakukan oleh pemerintah.
3.2
Saran
Dengan
adanya makalah ini diharapkan agar kita sekalian menjadi tahu dan paham tentang
bagaimana pendidikan indonesia pada jaman kemerdekaan hingga orde baru, serta
apa-apa saja kebijakan yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam setiap
perubahan maupun perkembangan pendidikan tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
§ Abdullah,
Idi. 2011.”Sosiologi Pendidikan Individu,
Masyarakat dan Pendidikan”. Jakarta: Rajawali Pers
§ Paul
Johnson, Doyle. 1986. “Teori Sosiologi
Klasik dan Modern”. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama
§ Etzioni,
Amitai. 1982. “Organisasi-Organisasi
Modern”. Penerbit : Universitas Indonesia
§ Dikutip
dalam : http://ghea-nawafilla-fisip13.web.unair.ac.id/artikel_detail-106223-Teori%20HI-Munculnya%20PostStrukturalisme%20dan%20PostKolonialisme.html
Diakses pada 20 Oktober 2014 Pada pukul 12:37
§ Dikutip
dalam : http://pendidikan4sejarah.blogspot.com/2011/04/perkembangan-pendidikan-guru-pada-masa.html Diakses pada 20 Oktober 2014 Pada pukul 12:43
§ Dikutip
dalam : http://www.te2n.com/perkembangan-pendidikan-nasional-indonesia-merdeka-orde-baru
Diakses pada 20 Oktober 2014 Pada pukul 12:47
§ Dikutip
dalam : http://omkacili.blogspot.com/2011/05/sistem-pendidikan-indonesia-pada-masa.html
Diakses pada 20 Oktober 2014 Pada pukul 12:49
§ Dikutip
dalam : http://historyofikrie.blogspot.com/2013/05/pendidikan-pada-masa-kemerdekaan-sampai.html
Diakses pada 20 Oktober 2014 Pada pukul 12:51
Tidak ada komentar:
Posting Komentar