Selasa, 04 November 2014

Masalah Sosial Homoseksualitas



Nama                   : Remina Tarigan
Nim                      : 3122122006
Mata Kuliah        : Masalah-Masalah Sosial

*      Homoseksualitas












* Pengertian Homoseksualitas
Ada beberapa pengertian homoseksualitas menurut para ahli, diantaranya adalah :
1.      Kartono, homoseksual adalah relasi seks jenis kelamin yang sama, atau rasa tertarik dan mencintai jenis seks yang sama.
2.      Dede Oetomo, homoseksual adalah orientasi atau pilihan seks yang diarahkan kepada seseorang yang berjenis kelamin sama atau ketertarikan orang secara emosional dan seksual kepada seseorang dari jenis kelamin yang sama.
3.      Barley, Carroll, dan  Knox , homoseksual adalah laki-laki dan perempuan yang secara emosional dan seksual tertarik terhadap sesama jenisnya.
4.      Deti Riyanti dan Sinly Evan Putra, homoseksual adalah kelainan terhadap orientasi seksual yang ditandai dengan timbulnya rasa suka terhadap orang lain yang mempunyai kelamin sejenis atau identitas gender yang sama.
5.      Kaplan, homoseksual adalah penyimpangan psikoseksual di mana seseorang dewasa tertarik gairah seksualnya dengan teman sejenis.
6.      Dali Gulo, homoseksual adalah  kecenderungan untuk memiliki hasrat seksual atau mengadakan hubungan seksual dengan jenis kelamin yang sama.
            Dari beberapa pengertian para ahli tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa, homo-seksualitas adalah suatu kelainan seksual di dalam diri seseorang yang memiliki rasa ketertarikan terhadap individu yang berjenis kelamin atau gender yang sama.
* Ciri-Ciri Homoseksualitas
* Jenis-Jenis Homoseksualitas
          Homoseksualitas dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu:
1.      Gay
            Gay atau "Homo" adalah istilah untuk  yang memiliki kecenderungan seksual kepada sesama pria atau disebut juga pria yang mencintai pria baik secara fisik, seksual, emosional atau pun secara spiritual. Mereka juga rata-rata agak memedulikan penampilan, dan sangat memperhatikan apa-apa saja yang terjadi pada pasangannya. Biasanya mereka melakukan hubungan sesama jenis melalui seks oral atau seks anal. Hubungan melalui anal seks disebut juga sodomi.
            Secara umum, ciri-ciri gay yang dapat dilihat adalah sebagai berikut:
  1. Sebagian besar para gay secara fisik merupakan sosok-sosok pria dengan ketampanan diatas rata-rata pria pada umumnya, bahkan tampil cenderung macho dan gagah.
  2. Sebagian besar gay menandai dirinya dengan tindik pada bagian kuping “biasanya” yang sebelah kanan, namun sebagian lagi bahkan ada yang menindik kedua bagian kupingnya, oleh karena itu baiknya bagi pria yang berniat untuk melakukan tindik sebaiknya dipertimbangkan kembali agar jangan sampai salah memberikan simbol.
  3. Sebagian dari mereka cenderung menyukai memakai perhiasan seperti kalung (biasanya kalung emas baik kuning maupun emas putih) layaknya seorang lelaki metroseksual.
  4. Sebagian besar gay, secara sifat adalah jenis lelaki yang sopan santun, terkesan sangat rapi namun tetap menampilkan kesan feminisme dalam gerak-geriknya, tapi sebagian lagi sangat tidak kentara ketika berinteraksi.
  5. Sebagian besar gay, termasuk jenis pria-pria yang sensitif dan dalam kehidupan sehari-hari cukup supel dalam pergaulan, namun mereka sangat perfeksionis dalam bidangnya.
  6. Sebagian besar pria gay biasanya berkarier dibidang-bidang seperti artis, penyanyi, desainer, penata rambut bahkan para model, namun secara garis besarnya mereka pada umumnya bergiat dibidang yang membutuhkan detil dengan perasaaan dengan tingkat perfeksionisme yang tinggi.
2.      Lesbian
            Lesbian adalah istilah bagi perempuan yang mengarahkan orientasi seksualnya kepada sesama perempuan atau disebut juga perempuan yang mencintai perempuan baik secara fisik, seksual, emosional atau secara spiritual. Istilah ini dapat digunakan sebagai kata benda jika merujuk pada perempuan yang menyukai sesama jenis, atau sebagai kata sifat apabila bermakna ciri objek atau aktivitas yang terkait dengan hubungan sesama jenis antar perempuan.
            Selain itu menurut Coleman, dkk (1980) dalam Supraptiknya (1990) menggolongkan homoseksualitas ke dalam beberapa jenis yakni:
  1. Homoseksual tulen yaitu gambaran streotiptik popular tentang laki-laki yang keperempuan-perempuanan atau sebaliknya perempuan yang kelelaki-lakian.
  2. Homoseksual malu-malu yaitu kaum laki-laki yang suka mendatangi WC-WC umum atau tempat-tempat mandi uap terdorong oleh hasrat homoseksual namun tidak mampu dan tidak berani menjalin hubungan personal yang cukup intim dengan orang lain untuk mempraktikkan homoseksualitas.
  3. Homoseksual tersembunyi yaitu kelompok ini biasanya berasal dari kelas menengah dan memiliki status sosial yang mereka rasa perlu dengan menyembunyikan homoseksualitas mereka. Homoseksualitas mereka biasanya hanya diketahui oleh sahabat-sahabat karib, kekasih mereka, atau orang lain tertentu yang jumlahnya sangat terbatas.
  4. Homoseksual situasional yaitu Terdapat aneka jenis situasi yang dapat mendorong orang mempraktikkan homoseksualitas tanpa disertai komitmen yang mendalam, misalnya penjara dan medan perang. Akibatnya, biasanya mereka kembali mempraktikkan heteroseksualitas sesudah keluar dari situasi tersebut
  5. Biseksual yaitu orang yang mempraktikkan baik homoseksualitas maupun heteroseksualitas sekaligus.
  6. Homoseksual mapan yaitu sebagian besar kaum homoseksual menerima homoseksualitas mereka, memenuhi aneka peran kemasyarakatan secara bertangggung jawab dan mengikatkan diri dengan komunitas homoseksual setempat. Secarakeseluruhan, kaum homoseksual tidak menunjukkan gejala gangguan kepribadian yang lebih di bandingkan kaum heteroseksual. Banyak kaum homoseksual menjalin hubngan intim yang stabil dengan seorang pasangan, khususnya dikalangan kaum lesbian. Ada kecenderungan bahwa kaum lesbian lebih mengutamakan hubungan mereka, bukan pada aspek-aspek seksualnya, sedangkan kaum homoseksual lelaki cenderung mengutamakan aspek-aspek seksual dalam hubungan mereka
*   Penyebab Homoseksualitas
Banyak hal yang melatarbelakangi seseorang menjadi homoseksual itu, diantaranya dilihat dari :
a.       Faktor Sosial atau Pergaulan
            Faktor sosial atau pergaulan merupakan faktor terbesar yang menjadi penyebab homoseksual, faktor sosial atau pergaulan merupakan faktor terbesar yang menjadi penyebab homoseksual, sekali pernah merasakan hubungan seksual menjadi ketularan tapi faktor ini juga bisa menyebabkan biseksual.
b.      Faktor Trauma atau Korban Perkosaan pada Masa Kecil
            Latar belakang riwayat pada mereka yang mengalami homoseksualitas menceritakan bahwa mereka pernah disiksa atau memiliki ayah yang suka menyiksa, atau pernah diperkosa oleh orang-orang terdekat. Untuk mereka yang pernah diperkosa dengan mereka menjadi homo dikarenakan mereka membalas dendam kepada orang lain dengan menjadi atau berperilaku homo, kebanyakan dari kasus trauma masa kecil atau diperkosa ini memerlukan penanganan atau terapi dari psikolog yang bisa menanggani kasus-kasus seperti ini dan memakan waktu yang tidak sebentar.
c.       Faktor Keturunan
            Faktor penyebab homoseksualitas berasal dari keturunan alias bawaan, dimana secara garis keturunan ada keluarganya yang punya riwayat homo kasus homoseksualitas karena prosesnya genetis.
d.      Faktor Sosialisasi
Seorang pria  dapat menjadi homoseksual ataupun gay dikarenakan terjadi proses sosialisasi dalam masyarakatnya. Pada dasarnya sosialisasi adalah proses pembelajaran pranata sosial masyarakat yang akan membentuk karakter dan perilaku seseorang. Ketika seorang pria tersosialisasikan oleh lingkungannya untuk menjadi seorang homoseksual maka ia akan memiliki orientasi seksual sebagai homoseksual pula. Meskipun seseorang dapat menjadi homoseksual karena lingkungannya, namun dalam ruang lingkup masyarakat yang lebih besar dimana masih terdapat norma dan nilai yang menentang homoseksual maka segala bentuk perilaku homoseksual tetap dikategorikan tindakan yang menyimpang.
            Selain itu ada beberapa penyebab dari homoseksualitas menurut para ahli, yaitu :
*      Menurut Kartini
Menurut Kartini (1989:248) sebab-sebab perilaku homoseksualitas, antara lain :
a.       Faktor dalam berupa ketidakseimbangan hormon-hormon seks di dalam tubuh seseorang.
b.      Pengaruh lingkungan yang tidak baik atau tidak menguntungkan bagi perkembangan kematangan seksual yang normal.
c.       Seseorang selalu mencari kepuasan relasi homoseksual karena pernah menghayati pengalaman homoseksual yang menggairahkan pada masa remaja.
*      Menurut Deti Rianti dan Sinly Evan Putra
 Deti Rianti dan Sinly Evan Putra mengungkapkan faktor-faktor penyebab seseorang menjadi homoseksual berdasarkan kajian biologis,  antara lain adalah sebagai berikut :
1.      Susunan Kromosom
Perbedaan homoseksual dan heteroseksual dapat dilihat susunan kromosomnya yang berbeda. Pada dasarnya seorang wanita memiliki satu kromosom (x) dari ibu dan kromosom (x) dari ayah, sedangkan pria memiliki kromosom (x) dari ibu dan kromosom (y) dari ayah. Kromosom (y) adalah penentu orientasi seks untuk pria, jika seorang pria memiliki lebih banyak kromosom (x) dibanding (y) maka ia dapat berorientasi seks sebagai homoseksual karena kromosom (x) akan mendorong seorang pria untuk berperilaku dan berorientasi seksual seperti wanita.
2.      Ketidakseimbangan Hormon
Seorang pria memiliki hormon testosteron, namun ia juga meiliki hormon estrogen dan progesteron yang dimiliki oleh perempuan. Jika hormonestrogen dan progesteron lebih banyak dibanding testosteron maka pria tersebut akan memiliki perkembangan seksual yang mendekati karakteristik perempuan.
3.      Struktur Otak
Struktur otak pada straight females dan straight males serta gay females dan gay males terdapat perbedaan. Otak bagian kiri dan kanan dari straight males sangat jelas terpisah dengan membran yang cukup tebal dan tegas. Straight females, otak antara bagian kiri dan kanan tidak begitu tegas dan tebal. Dan pada gay males, struktur otaknya sama dengan straight females, serta pada gay females struktur otaknya sama dengan straight males, dan gay females ini biasa disebut lesbian.
4.      Kelainan Susunan Syaraf
Berdasarkan hasil penelitian terakhir, diketahui bahwa kelainan susunan syaraf otak dapat mempengaruhi prilaku seks heteroseksual maupun homoseksual. Kelainan susunan syaraf otak ini disebabkan oleh radang atau patah tulang dasar tengkorak.
*      Menurut Kartono (1989:248)
Lingkungan dapat memengaruhi perkembangan seseorang untuk menjadi homoseksual. Penjara dan asrama-asrama putra, tempat para pemuda dan kaum pria berdiam terpisah dengan kaum wanita, banyak menghasilkan peristiwa homoseksual.
*      Menurut Dagun (1990:104-105)
Ayah mempunyai pengaruh besar dalam perkembangan peran seksual anak. Jika peran ayah kecil atau tidak berperan sama sekali dalam perkembangan anak, terutama dalam hal pola asuh, maka akan muncul kesimpangsiuran peran jenis kelamin anak.
*      Menurut Mavis Hetherington (1990:105)
Anak laki-laki yang ditinggalkan ayahnya sejak dini berperilaku tidak maskulin. Selain itu anak menjadi kurang mandiri, ketergantungan, kurang tegas, dan tidak menyukai permainan yang melibatkan fisik. Keadaan tersebut bagi anak laki-laki akan mengakibatkan kurang memperlihatkan sikap sebagai seorang laki-laki.
*      Menurut Adelsa (2009)
Faktor lingkungan keluarga yang dapat memengaruhi terbentuknya homoseksual, yaitu: 
(1) pola asuh, dan
 (2) figur orang yang berjenis kelamin sama dan relasinya dengan lawan jenis.
            Dalam proses pembentukan identitas seksual, seorang anak pertama-tama akan melihat pada orang tua mereka sendiri yang berjenis kelamin sama dengannya. Anak laki-laki melihat pada ayahnya, dan anak perempuan melihat pada ibunya, dan kemudian mereka juga melihat pada teman bermain yang berjenis kelamin sama dengannya.
*      Menurut Freud (2007)
            Semua manusia pada dasarnya adalah mahluk biseksual atau penggabungan homoseksual  dan heteroseksual, ia kemudian mengemukakan bahwa individu menjadi homoseksual ataupun heteroseksual didapat sebagai hasil dari pengalamannya berhubungan dengan orang tua dan yang lainnya. menurut Freud pada dasarnya individu sudah memiliki potensi sejak lahir untuk menjadi homoseksual dan heteroseksual. Terjadinya orientasi seks homoseksual, heteroseksual, atapun biseksual tersebut dipengaruhi oleh lingkungan, khususnya lingkungan masa kecilnya bersama kedua orangtua. Orientasi seksual merupakan variasi yang terjadi dalam perkembangan seksual individu yang akan berkembang sesuai dengan kondisi lingkungan sehingga homoseksual bukanlah sebuah penyakit.
*      Menurut Sandor Rado ( 2007)
            Homoseksual diakibatkan hanya oleh pengalaman individu bersama kedua orangtuanya, yang dimulai sejak masa oedipal period (sejak umur 4-5 tahun).
*      Menurut Charles Socarides (2007)
            Perkembangan homoseksual individu dimulai sejak masa pre-oedipal dan sesuadahnya.Seorang laki-laki dapat menjadi seorang gay bila memiliki hubungan yang terlalu erat dengan ibunya atau karena kurang dan  hilangnya figur kebapakan dalam keluarga, sehingga bapak yang terlalu disiplin yang pada perkembangan selanjutnya memunculkan kebencian pada laki-laki secara umum. Hal ini berlaku terbalik pada kasus perempuan lesbian dimana posisi ibu hilang atau terlalu disiplin dan ayah yang terlalu dekat dengan anak perempuannya.

* Tahapan Pembentukan Identitas Diri Homoseksualitas

Perilaku Homoseksual tidak muncul begitu saja, tetapi perilaku homoseksual merupakan adaptasi dan penyesuaian diri akan tuntutan diri dan ingkungan. Penyesuaian diri terhadap lingkungan terhadap perilaku homoseksual berlangsung secara bertahap. Vivienne Cass (1984) mengemukakan model enam tahapan dalam pembentukan identitas gay dan lesbian. Tidak semua gay dan lesbian mencapai tahap keenam; tergantung, di dalam masing-masing tahapan, pada seberapa nyaman seseorang dengan orientasi seksualnya.
1.      Identity Confusion
Individu mulai percaya bahwa perilakunya bisa didefinisikan sebagai gay atau lesbian. Mungkin saja timbul keinginan untuk mendefinisikan kembali konsep orang tersebut terhadap perilaku gay dan lesbian, dengan informasi salah yang dimiliki sebagian besar orang. Orang tersebut bisa menerim peran tersebut dan mencari informasi, menekan dan menghalangi semua perilaku gay dan lesbian, atau menyangkal kemiripan dengan semua identitasnya
2.      Identity Comparison
Individu menerima potensi identitas dirinya gay; menolak model heteroseksual tetapi tidak menemukan penggantinya. Orang tersebut mungkin merasa berbeda dan bahkan kehilangan. Orang yang berada dalam tahapan ini masih menyangkal homoseksualitasnya. Ia berpura-pura sebagai seorang heteroseksual.
3.      Identity Tolerance
Pada tahap ini, individu mulai berpindah pada keyakinan bahwa dirinya mungkin gay atau lesbian dan mulai mencari komunitas homoseksual sebagai kebutuhan sosial, seksual dan emosional. Kebingungan menurun, tapi identitas diri masih pada tahap toleransi, bukan sepenuhnya diterima. Biasanya, individu masih tidak membeberkan identitas barunya pada dunia heteroseksual dan tetap menjalankan gaya hidup ganda.
4.      Identity Acceptance
Pandangan positif tentang identitas diri mulai dibentuk, hubungan dan jaringan gay dan lesbian mulai berkembang. Pembukaan jati diri selektif kepada teman dan keluarga mulai dibuat, dan individu sering membenamkan dirinya sendiri dalam budaya homo-seksual.
5.      Identity Pride
Kebanggaan sebagai homoseksual mulai dikembangkan, dan kemarahan terhadap pengobatan bisa mengakibatkan penolakan heteroseksual karena dianggap sebagai sesuatu yang buruk. Individu merasa cukup bernilai dan cocok dengan gaya hidupnya.
6.      Identity Synthesis
Ketika individu benar-benar merasa nyaman dengan gaya hidupnya dan ketika kontak dengan orang nonhomoseksual meningkat, seseorang menyadari ketidakbenaran dalam membagi dunia mengkotak-kotakkan dunia dalam ”gay dan lesbian yang baik” dan ”heteroseksual yang buruk.” Individu menjalani gaya hidup gay yang terbuka sehingga pengungkapan jati diri tidak lagi sebuah isu dan menyadari bahwa ada banyak sisi dan aspek kepribadian yang mana orientasi seksual hanya salah satu aspek tersebut. Proses pembentukan identitas telah selesai.
* Cara Mengatasi Homoseksualitas
            Beberapa langkah praktis berikut dapat membantu orangtua dalam mengatasi ke-cenderungan homoseksual pada anak :
1)      Menciptakan kehidupan keluarga yang harmonis, ayah dan ibu yang saling mengasihi dan masing-masing menjalankan fungsinya dalam keluarga.
2)      Tidak mengolok-olok kelemahan anak tetapi justru memberi dukungan pada anak dengan perkataan yang membangun.
3)      Hindari pemberian “label” banci  kepada anak laki-laki atau tomboy kepada anak perempuan.
4)      Menjadi teman bicara yang baik untuk anak-anak.Sebagian besar pelaku homoseksual pernah melewati suatu masa kesepian di mana mereka ingin mengungkapkan pergumulan mereka kepada seseorang yang dapat mereka percayai, tapi mereka tidak menemukannya.
5)      Para ayah perlu terlibat langsung dalam membina hubungan dengan anak-anaknya. Menjadi figur teladan seorang pria bagi anak laki-laki dan memiliki kepekaan untuk berinteraksi dengan anak perempuannya. Para ibu perlu menyadari bahwa anak-anak laki-laki harus melepaskan diri dari keserupaan dan kedekatan dengan ibunya, untuk bertumbuh menjadi seperti ayahnya. Pergeseran ini tidak dialami oleh anak-anak wanita.
6)      Orangtua perlu untuk terus menerus membina komunikasi dengan anak-anak mereka pada setiap tahap kehidupannya.
7)      Ajarkan pada anak-anak sejak usia dini bahwa tubuh mereka adalah bait Roh Kudus  dan seharusnya diperlakukan secara terhormat. Ajari mereka untuk melindungi diri dari pelecehan seksual dan berbicara terbuka tentang perlakuan yang mereka anggap aneh atau tidak wajar dari seseorang.
8)      Berhati-hati dalam mempercayakan anak-anak pada pengawasan orang lain. Beberapa kasus pelecehan seksual dilakukan oleh “orang dekat” atau orang “kepercayaan”, bahkan di dalam lingkungan yang dianggap cukup rohani.
* Pandangan Teori Sosiologi tentang Homoseksualitas
*    Robert M. Z. Lawang
*   Homoseksualitas sebagai perilaku menyimpang
Dalam konteks penyimpangan sosial, homoseksualitas dikatakan menyimpang karena fenomena tersebut tidak sesuai dengan norma dan nilai yang berlaku dalam banyak kelompok masyarakat. Homoseksualitas dianggap sebagai sebuah media yang tidak wajar demi mendapatkan kepuasan seksual. Dalam kehidupan sosial, ada beberapa pandangan mengenai homoseksualitas. Sebagian masyarakat membolehkan interaksi homoseksualitas meskipun lebih banyak masyarakat yang mengutuk perilaku homoseksualitas tersebut. Dalam kaitannya sebagai bentuk perilaku menyimpang, secara sosiologis maupun umum, gay dan lesbian dapat diartikan sebagai perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dalam sudut pandang masyarakat luas maupun masyarakat tempat pelaku penyimpangan berada.
Robert M. Z. Lawang mengartikan perilaku menyimpang sebagai semua tindakan yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku dalam suatu sistem sosial (masyarakat) dan menimbulkan usaha dari mereka yang berwenang untuk memperbaiki hal tersebut. Gay dan Lesbian merupakan salah satu bentuk perilaku menyimpang yang bukan hanya secara gamblang telah menyalahi norma-norma yang ada dalam banyak masyarakat namun juga turut mendorong terciptanya upaya sadar dari sebagian elemen masyarakat yang berwenang untuk menekan perkembangan komunitas gay dan lesbian dalam suatu masyarakat.
Norma merupakan salah satu tolak ukur yang menentukan suatu perilaku dinyatakan menyimpang atau tidak. Norma yang ada dalam masyarakat adalah berupa tata aturan atau peraturan yang mengikat kelompok individu dalam suatu daerah atau wilayah sebagai bentuk representasi kontrol sosial yang akan mengendalikan tingkah laku anggota masyarakatnya. Dalam kaitannya dengan pemahaman dan penerapan orientasi seksual anggotanya, kontrol sosial yang ada dalam masyarakat berperan sebagai pembatas orientasi seksual agar tidal menyalahi norma dan nilai yang ada dalam masyarakat. Ketika muncul pandangan orientasi seksual maka kontrol sosial yang ada dalam masyarakat akan membatasinya untuk berkembang, dan dalam konteks yang lebih ekstrim maka setiap pandangan orientasi seksual yang tidak sesuai dengan norma akan diusahakan untuk dilenyapkan.
*    Tallcot Parsons    
*   Homoseksualitas terjadi Karena Adanya Sistem yang tidak Berjalan dengan Baik
Dalam memahami perilaku individu, sosiologi memusatkan perhatian pada hubungan antara pengaruh perilaku seorang individu terhadap lingkungan dan dampak lingkungan terhadap individu itu sendiri. Lingkungan merupakan tempat perilaku seorang individu dikembangkan, namun perilaku individu itu sendiri juga mempengaruhi lingkungan tempat si individu itu berada. Sosiologi melihat sosialisasi yang muncul pada masa lalu seorang gay dan lesbian akan menentukan perilaku individu tersebut, hal inilah yang mempengaruhi perubahan orientasi seksualnya.
Dalam konsep fungsionalisme struktural yang dijelaskan oleh Tallcot Parsons, masyarakat dilihat sebagai sebuah hal yang terdiri dari sistem maupun unsur dalam sistem (sub-sistem) yang akan menentukan bagaimana kehidupan sosial dalam suatu masyarakat dapat berjalan dengan baik. Menurut teori fungsionalisme struktural, maka ketika salah satu sistem maupun sub-sistem dalam masyarakat tidak berfungsi sebagaimana mestinya dapat menyebabkan terciptanya penyimpangan dalam diri seorang individu yang terkait dengan sistem maupun sub-sistem tersebut. Perilaku menyimpang yang muncul dalam diri seorang gay dan lesbian diakibatkan oleh sosialisasi dari sistem maupun sub-sistem dalam masyarakat yang berjalan tidak semestinya. Beberapa unsur masyarakat yang dapat dikatakan sebagai sistem yang membentuk masyarakat antara lain adalah lingkungan keluarga dan pergaulan.
Dalam sudut pandang sosiologi, penyimpangan dimungkinkan terjadi karena seseorang menerapkan peranan sosial yang menunjukan perilaku menyimpang. Bagaimana seseorang dapat memainkan peran sosial yang menyimpang sangat terkait dengan sosialisasi yang ia dapat dalam sistem masyarakat tempat ia berada. Keluarga dan lingkungan pergaulan akan sangat mempengaruhi pembentukan peranan sosial seorang individu, hal ini dikarenakan keluarga dan lingkungan pergaulan merupakan salah satu sistem penopang masyarakat dimana seorang individu memiliki intensitas interaksi yang tinggi terhadapnya. Dalam konteksnya sebagai salah satu bentuk penyimpangan sosial gay dan lesbian pada awalnya memperoleh sosialisasi untuk menjadi homoseksualitas  dari lingkungan dan keluarganya.
Salah satu fenomena yang saat ini terjadi dalam kajian homoseksualitas adalah bergesernya pandangan dan reaksi masyarakat terhadap kaum homoseksualitas secara keseluruhan. Seiring dengan berkembangnya perubahan sosial kontemporer seperti kampanye hak asasi manusia dan kesetaraan gender maka keseluruhan hal tersebut turut mempengaruhi perspektif masyarakat terhadap kaum homoseksualitas. Beberapa negara saat ini mulai melegalkan homoseksualitas serta pernikahan sesama jenis, hal ini dilandasi oleh gagasan anti-diskriminasi sebagai wujud perlindungan hak asasi manusia.
Namun dalam ruang lingkup yang lebih luas, hingga saat ini masih muncul banyak perdebatan mengenai moralitas seorang homoseksualitas. Perdebatan ini dipicu oleh kenyataan bahwa homoseksualitas telah melanggar mayoritas nilai dan norma yang ada dalam agama, budaya, maupun hukum yang dianut dan diterapkan oleh mayoritas masyarakat dunia saat ini. Namun diluar segala kontroversinya, hingga saat ini kaum gay dan lesbian telah terbukti mampu menunjukkan eksistensi ditengah masyarakat yang menentangnya. Kaum gay dan lesbian yang telah terorganisir dalam banyak kelompok homoseksualitas mampu menemu-kan solidaritas yang didasari persamaan sebagai kaum gay dan lesbian. Solidaritas yang muncul tersebut selanjutnya menjadi media sosialisasi mereka yang bertujuan agar kaum gay dan lesbian dapat diterima oleh masyarakat.
*      Edwin M.Lemeret
*   Homoseksualitas Terjadi Karena adanya Pemberian Labelling
          Menurut Edwin M.Lemeret, seseorang yang menjadi penyimpang karena proses labelling yang di berikan masyarakat kepadanya. Proses labelling dilakukan dengan memberikan julukan cap, atau stigma (biasanya negatif) kepada seseorang,  sebagai tanggapan terhadap julukan cap atau stigma tersebut, pelaku kemudian mengidentifikasi dirinya sebagai penyimpangan yang mengulang lagi tindakannya. Pelaku akhirnya menganut suatu gaya hidup menyimpang dan penyimpangan tersebut menjadi suatu kebiasaan.
      Sama halnya dengan homoseksualitas, dimna sebenarnya seseorang yang melakukan nya bukan atas kemauan sendiri tapi karena paksaan dari pihak lain, dimana hal tersebut menjadi cap oleh masyarakat yang akan mempengaruhinya untuk melakukan homoseksua-litas lagi alasannya karena sudah diberi labeling oleh masyarakat.
Masyarakat memberikan label buruk pada gay  dan lesbian  karena mereka secara jelas-jelas melakukan penyimpangan seksual, yaitu menyukai sesama jenis. Pada umumnya kita mengetahui bahwa Tuhan menciptakan manusia berbeda – beda agar mereka bisa menemukan pasangan masing – masing yakni laki –laki dan perempuan. Meskipun undang – undang tidak secara jelas menyebutkan akan larangan menyukai sesama jenis namun norma – norma lain yang hidup di masyarakat tentu akan menjadi patokan. Seperti dalam norma kesusilaan, kesopanan dan agama. Sehingga merupakan hal yang sangat  wajar bila masyarakat akan melakukan pelabelan bagi mereka yang menyimpang.
*    Basil Bernstein
*   Homoseksualitas terjadi Karena Adanya Konflik yang Memberi Pengaruh Positif Maupun Negatif dalam Interaksi Manusia
            Menurut Berstein (1965), konflik merupakan suatu pertentangan atau perbedaan yang tidak dapat dicegah. Konflik ini mempunyai potensi yang memberikan pengaruh positif dan negatif dalam interaksi manusia. Seperti halnya homoseksual, awal mula adanya homoseksualitas ini muncul ketika adanya suatu konflik dalam keluarga, dimana pihak orang tua yakni ayah ataupun ibu memberi tekanan berupa otoritas dan tindakan semena-mena pada seorang anak, ayah ataupun ibu tersebut selalu bersifat menghakimi pada anak terhadap semua kesalahan, alhasil anak setelah dewasa akan takut terhadap laki-laki ataupun wanita, karena menganggap semua laki-laki ataupun wanita jahat setelah perlakuan yang diberikan ayah ataupun ibunya, hal inilah yang membuat sang anak mencoba menyukai sesama jenis karena dinilainya sesama jenis bukan ancaman pribadinya sendiri.
*    Durant & Barlow, Glasser & Zunin, B.F Skinner, Masters & Johnson
*   Homoseksualitas Terjadi Karena Adanya Proses Belajar Behavioral dan Kognitif
Durant dan Barlow (2006), menjelaskan bahwa perilaku manusia, termasuk disfungsinya, berdasarkan prinsip-prinsip belajar dan adaptasi yang diambil dari psikologi eksperimen. Itu artinya pendekatan behavioristik lebih condong kepada teori belajar sosial (social learning theory) atau juga disebut observational learning dan teori pengondisian untuk menjelaskan perilaku menyimpang.
Menurut pandangan kedua teori tersebut, fenomena homoseksualitas yakni gay dan lesbian cenderung lebih dikarenakan oleh proses sosialisasi yang salah. Mereka yang gay dan lesbian pada awalnya hidup di lingkungan yang memang menerima keberadaan mereka. Mereka beradaptasi dengan lingkungan yang ada dengan menginternalisasi nilai-nilai yang dianut lingkungan ke dalam dirinya (modeling). Sehingga dalam hal ini peran serta reference group sangat berpengaruh. Bisa saja pada kelompok bermain di sekolahnya, kelompok arisan, kelompok belanja, ataupun perilaku keluarganya yang dijadikan sebagai kelompok acuan.
Teori tersebut akan lebih pas jika diperkuat dengan pendapat B.F Skinner tentang teori operant conditioning-nya. Bahwa perilaku modeling yang terjadi akan diperkuat dengan adanya pengakuan dan penerimaan dari lingkungannya. Sehingga seseorang akan lebih yakin bahwa apa yang ia lakukan (baik feeling, perilaku, maupun identifikasi diri homoseksualitas) adalah benar. Seandainya ketika proses identifikasi orientasi seksual kepada kelompok referensi tersebut mendapat penolakan dari lingkungan sosialnya yang lain, tentu pilihan menjadi seorang gay atau lesbian akan sedikit demi sedikit akan hilang. Analisa dari teori ini tentunya akan mengembangkan mitos bahwa jika seorang anak hidup dengan orang tua yang homoseks, tentunya jika mereka besar mereka juga akan menjadi homoseks.
Jika keberadaan gay dan lesbian dipandang dari perspektif kognitif—terutama dalam hal ini akan digunakan pendekatan menurut pencetus terapi realitas, William Glasser; maka sebenarnya perilaku tersebut hanyalah sebuah pencapaian prestasi seseorang. Karena menurut Glasser dan Zunin (1973 dalam Corey, 2007), bahwa setiap individu memiliki kekuatan ke arah kesehatan atau pertumbuhan. Pada dasarnya orang-orang ingin puas hati dan menikmati suatu identitas keberhasilan, menunjukkan tingkah laku yang bertanggung jawab dan memiliki hubungan interpersonal yang penuh makna.
Gay dan lesbian menurut pandangan ini secara sengaja membuat keputusan menjadi seorang gay atau lesbian untuk memenuhi kebutuhan dirinya akan identitas (mencakup kebutuhan untuk merasakan keunikan). Dalam prosesnya, pembentukan identitas sebagai seorang gay maupun lesbian tentu tidak lepas dari cinta dan penerimaan dari orang lain. Pandangan kognitif dari Glasser ini dibangun atas asumsi bahwa manusia adalah agen yang menentukan dirinya sendiri. Bahwa masing-masing orang berhak mengambil keputusan dan bertanggung jawab menerima konsekuensi-konsekuensi dari tingkah lakunya.
            Teori behavioral tentang homoseksualitas menganggap bahwa perilaku homoseksualitas adalah perilaku yang dipelajari, diakibatkan perilaku tersebut yang mendatangkan hadiah atau penguat yang menyenangkan atau pemberian hukuman atau penguat negatif terhadap perilaku heteroseksual. Sebagai contoh, seseorang bisa saja memiliki  hubungan dengan sesama jenis menyenangkan, dan berpasangan dengan lawan jenis adalah hal yang menakutkan, dalam fantasinya, orang tersebut bisa saja berfokus pada hubungan sesama jenis, menguatkan kesenangannya dengan masturbasi. Bahkan pada masa dewasa, beberapa pria dan wanita bergerak menuju perilaku dan hubungan sesama jenis jika mereka mengalami hubungan heteroseksual yang buruk dan hubungan homoseksual yang menyenangkan (Masters & Johnson, 1979, dalam Carroll, 2005).



Sumber Pustaka :
§  Dikutip dalam :  http://nicofergiyono.blogspot.com/2013/09/masalah-sosial-budaya-tentang.html Diakses pada 26 Februari 2014 pada pukul 17:13
§  Dikutip dalam :  http://justinlase.blogspot.com/2012_04_01_archive.html  Diakses pada 26 Februari 2014 pada pukul 17:21
§  Dikutip dalam : http://itha.wordpress.com/2007/08/27/menyikapi-masalah-homoseksualitas/ Diakses pada 26 Februari 2014 pada pukul 17:29
§  Dikutip dalam :  http://justinlase.blogspot.com/2012/04/masalah-sosial-gay-dan-lesbian.html Diakses pada 26 Februari 2014 pada pukul 17:37
§  Dikutip dalam :  http://srirahayu03.blogspot.com/2012/12/teori-yang-relevan-meneganai-homo.html Diakses pada 26 Februari 2014 pada pukul 17:58
§  Dikutip dalam : http://trisnasunawar.blogspot.com/2014/01/teori-labeling-dalam-kriminologi.html Diakses pada 26 Februari 2014 pada pukul 18:23
§  Dikutip dalam : http://reginasosiology.blogspot.com/2012/12/masalah-sosial-budaya.html Diakses pada 26 Februari 2014 pada pukul 18:58
§  Dikutip dalam :  http://putriwahyu1993.blogspot.com/2013/01/homoseksual.html Diakses pada 26 Februari 2014 pada pukul 19:11
§  Dikutip dalam :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17706/4/Chapter%20I.pdf Diakses pada 26 Februari 2014 pada pukul 19:27
§  Dikutip dalam : http://wardiantomuhammad.blogspot.com/2013/01/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html Diakses pada 26 Februari 2014 pada pukul 19:55
§  Dikutip dalam :  http://luthfis.wordpress.com/2008/03/11/homoseksual-pada-remaja/ Diakses pada 26 Februari 2014 pada pukul 19:56
§  Dikutip dalam : http://edisudrajat.blogspot.com/2009/03/definisi-homosexsual-secara-sosiologis.html Diakses pada 26 Februari 2014 pada pukul 20:34
§  Dikutip dalam : http://psychologymania.com Diakses pada 26 Februari 2014 pada pukul 20:54
§  Dikutip dalam : http://azdidahlan.wordpress.com/2010/12/06/homoseksual-sebuah-tinjauan-terhadap-penyakit-sosial/ Diakses pada 26 Februari 2014 pada pukul 21:31

Tidak ada komentar:

Posting Komentar