Selasa, 04 November 2014

ANALISIS TINDAKAN KEKERASAN PADA ANAK DALAM KELUARGA



Nama Anggota :  
*      Remina Tarigan
*      Rini Hesti Nasution
Mata Kuliah   : Masalah-Masalah Sosial


ANALISIS
TINDAKAN KEKERASAN PADA ANAK
DALAM KELUARGA
*      Analisis
                Akhir-akhir ini yakni ditahun 2014 kasus kekerasan terhadap anak semakin marak terjadi di Indonesia baik dalam lingkungan keluarga, lingkungan tempat bermain, maupun dalam lingkungan pendidikan. Begitu banyak kasus kekerasan yang terjadi pada anak akan tetapi hanya sedikit kasus yang ditindaklanjuti. Padahal anak merupakan generasi penerus bangsa dan tentunya kehidupan masa kecil anak sangatlah berpengaruh terhadap sikap mental dan moral anak ketika dewasa nanti.
                Kasus kekerasan dalam keluarga yang dilakukan orang tua terhadap anak merupakan sebuah masalah sosial karena menimbulkan dampak negatif bagi perkembangan fisik dan psikologi dan juga terhadap sosialisasi anak dengan lingkungan sosialnya. Kekerasan yang dilakukan orang tua terhadap anak tidak hanya berbentuk fisik atau memukul tetapi juga ada berbentuk verbal atau kata – kata yang menyakitkan dan menimbulkan rasa takut, tertekan terhadap seorang anak.
                Keluarga sebagai sosialisasi pertama atau primer seorang anak sangat menentukan pembentukan kepribadian seorang anak, jika sosialisasi anak dalam tahap ini gagal maka akan menimbulkan masalah sosial dalam lingkungan sosial lainnya atau sekunder. Anak yang telah mengalami kekerasan dalam keluaraga baik yang berasal dari ibu, ayah maupun anggota keluarga lainnya akan sulit dan tidak mau bergaul dengan temannya yang lain, jika berteman pun akan melakukan suatu tindakan yang sering merugikan masyarakat, seperti membentuk suatu genk atau kelompok yang anarkis, seperti genk motor, anak yang sering melakukan tawuran, menjadi anak yang nakal, usil, dll.
Dalam jurnal tersebut kasus kekerasan terhadap anak dalam keluaraga berdasarkan data yang didapat dari Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia melalui Center for Tourism Research & Development Universitas Gadjah Mada, mengenai berita tentang child abuse yang terjadi dari tahun 1992–2002 di 7 kota besar yaitu, Medan, Palembang, Jakarta, Semarang, Surabaya, Ujung Pandang dan Kupang, ditemukan bahwa ada 3969 kasus, dengan rincian sexual abuse 65.8%, physical abuse 19.6%, emotional abuse 6.3%, dan child neglect 8.3%. Selain itu kasus kekerasan paling banyak dialami anak usia 6 – 12 tahun.
Kasus yang paling banyak adalah kekerasan seksual terhadap anak baik yang dilakukan orang tua, anggota keluarga lainnya maupun orang lain diluar lingkungan rumah. Ini merupakan suatu masalah sosial yang membutuhkan perhatian penuh dari masyarakat dan lembaga pemerintahan, lembaga perlindungan anak dan penegak hukum lainnya. Anak yang mengalami kekerasan akan mengalami ketakutan, trauma dan tidak mau bergabung dengan masyarakat atau menyendiri. Jika generasi muda mengalami hal ini maka akan mempengaruhi masa depan anak, bangsa dan negara.
Keluarga terutama orang tua seharusnya tidak memberikan suatu otoritas yang merugikan anak, banyak orang tua memanfaatkan kedudukannya sebagai pemegang kekuasaan paling tinggi dalam keluarga menamkan nilai – nilai dan norma dengan cara mengancam si anak. Hal ini mengakibatkan anak merasa takut dan lemah, sehingga pada akhirnya hal ini dapat mengganggu perkembangan kepribadian serta pembentukan tingkah laku seorang anak.
                Oleh karena itu, sudah sebaiknya orang tua memberikan dan mengajarkan hal-hal yang baik dan benar terhadap anaknya. Orang tua juga wajib memberikan dasar pembentukan tingkah laku, watak, moral dan pendidikan kepada anak mereka. Dalam pembentukan tingkah laku sebaiknya orang orang tua tidak melakukan kekerasan terhadap anak mereka tetapi yang harus dilakukan yaitu mendidik, memberikan kasih sayang dan melindungi anak mereka sebagaimana peran dan fungsi mereka dalam keluarga. Sebab apa yang dialami dan dirasakan oleh seorang anak di dalam keluarga tentu saja menentukan pola tingkah laku anak tersebut terhadap orang lain di dalam masyarakat.
                Selain itu, sebaiknya orang tua tidak bertengkar,tidak marah-marah, tidak saling mengancam, tidak saling memukul di depan anak ketika sedang dihadapkan pada suatu masalah. Sebab anak tersebut pasti berpikir dan merasa orang tua mereka bertengkar karena kehadirannya di dalam hidup mereka. Hal ini juga dapat membuat anak menjadi ketakutan bahkan merasa tidak betah di rumah. Sehingga pada akhirnya dia pergi mencari jati dirinya dan melakukan perilaku menyimpang di lingkungannya.
                Dalam menilai tingkah laku anak, ketika sang anak melakukan kesalahan ada baiknya orang tua menasehati dan menyadarkan mereka bahwa perbuatan yang mereka lakukan salah. Disini orang tua haruslah sabar dalam membimbing dan mengajari anak. Karena mungkin ketika mereka melakukan suatu kesalahan, hal itu bukan berasal dari keinginan sang anak melainkan karena faktor teman-teman yang mengajak dan mengajari mereka. Oleh karena itu, orang tua dan anak perlu saling berkomunikasi dengan baik. Hal ini bertujuan ketika mereka sedang mengalami masalah maka satu sama lain dapat membantu mencari jalan keluar terhadap masalah tersebut. Sehingga tidak akan terjadi lagi yang namanya kekerasan ataupun perilaku menyimpang terhadap anak ataupun sebaliknya dalam lingkungan keluarga.
*      Pandangan Teori
1.      Teori Sosialisasi – Peter L. Berger
                Dalam teorinya, Peter L. Berger mendefenisikan sosialisasi sebagai proses dimana seorang anak belajar menjadi seseorang yang berpartisipasi dalam masyarakat.  Yang dipelajari dalam  sosialisasi adalah peran-peran, sehingga teori sosialisasi adalah teori mengenai peran (role theory).
                Keluarga merupakan tempat sosialisasi pertama ataupun primer seorang anak dalam belajar tentang nilai dan norma  yang ada dalam masyarakat. Apabila seorang anak didik oleh keluarga dengan cara yang benar maka hal ini akan menguntungkan bagi anak. Sebaliknya apabila keluarga mendidik anak merka dengan tidak benar maka hal tersebut akan merugikan anak itu sendiri. Sama halnya dengan kasus kekersan yang terjadi terhadap anak. Hal ini merupakan salah satu dampak dari tidak berjalannya fungsi sosialisasi yang diberikan oleh keluraga sebagai agen sosialisasi pertama sebagaimana mestinya.
                Apabila orang tua dalam proses sosialisasi mengajarkan anaknya dengan kekerasan maka hal ini akan membentuk tingkah laku dan kepribadian anak yang keras pula. Sebab apa yang dia terima dan pelajari dari orang tuanya dalam proses sosialisasi maka hal ini akan dilakukan pula terhadap orang lain dalam lingkungan masyarakat. Misalnya jika, jika seorang anak bersalah dan orang tua sering memukulnya, maka hal ini akan membuat sang anak menjadi seseorang yang suka memukul. Sehingga ketika anak berada di lingkungan masyarakat dan bertengkar dengan teman sebayanya, maka yang dia lakukan adalah melakukan kekerasan dan memukul pula. Hal ini dia lakukan karena pengaruh dan dampak dari cara mendidik orang tuanya yang salah yakni dengan cara kekerasan.
                Selain itu jika orang tua sering melakukan kekerasan dalam proses sosialisasinya, maka hal ini akan berdampak pada kepribadian dan tingkah laku sang anak, yakni ia akan trauma dan merasakan ketakutan yang mendalam sehingga menyebabkan ia tidak mau berjumpa dengan orang lain dan disisi lain ia lebih suka menyendiri.
2.       Teori Fungsional Struktural – Talcott Parson
Dalam konsep fungsionalisme struktural yang dijelaskan oleh Tallcot Parsons, masyarakat dilihat sebagai sebuah hal yang terdiri dari sistem maupun unsur dalam sistem (sub-sistem) yang akan menentukan bagaimana kehidupan sosial dalam suatu masyarakat dapat berjalan dengan baik. Menurut teori fungsionalisme struktural, maka ketika salah satu sistem maupun sub-sistem dalam masyarakat tidak berfungsi sebagaimana mestinya dapat menyebabkan terciptanya penyimpangan dalam diri seorang individu yang terkait dengan sistem maupun sub-sistem tersebut.
Sama halnya dengan keluarga, ketika keluarga sebagai sebuah sistem tidak dapat menjalankan peran dan fungsinya maka akan terjadi kekacauan. Hal ini dapat terlihat ketika fungsi dan peran orang tua bagi anak yang seharusnya mendidik anak-anak, memberikan kasih sayang terhadap anak, melindungi anak, dsb, tidak dapat dijalankan sebagaimana mestinya maka akan berdampak pada anak itu sendiri. Sebab apa yang dialami dan diterima oleh anak dari pengalaman bersama kelurga maka akan berpengaruh terhadap pembentukan kepribadian dan pembentukan tingkah laku anak.
Misalnya, jika dalam sebuah keluarga ketika anak melakukan kesalahan, orang tua mengajar dan mendidik anak dengan cara melakukan kekerasan, maka hal ini tentu berdampak pada anak tersebut. Anak yang didik dengan cara kekerasan akan mengakibatkan munculnya rasa ketakutan dan trauma yang mendalam pada sang anak. Anak juga akan menjadi takut untuk bertemu dengan masyarakat dan ingin menyendiri. Selain itu ada juga anak yang semakin sering diajar dengan kekerasan maka ketika dewasa ia akan menjadi pribadi yang keras dan bebal. Sebab semasa kecil ia sering menerima perlakuan yang tidak baik dari orang tua nya. Hal ini tentu tidak baik bagi anak itu sendiri.
Oleh karena itu, agar perkembangan keperibadian dan tingkah laku sang anak dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan nilai mapun norma yang berlaku maka sudah sebaiknya orang tua melakukan peran dan fungsi mereka sebagaimana mestinya, begitu juga sebailiknya anak juga harus menjalankan peran dan fungsinya sebagaimana mestinya. Ketika anak melakukan kesalahan maka orang tua bisa mendidik dan menyadarkannya agar tidak mengulang perbuatannya kembali. Anak didik dengan penuh perhatian, kasih sayang dan tidak disertai dengan kekerasan. Sebaliknya ketika anak sudah diajari dan didik oleh orang tua mereka untuk tidak melakukan kesalahan lagi, maka anak harus mendengar dan menjalankannya. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi yang namanya kekerasan terhadap anak dan lain sebagainya dalam lingkungan keluarga.
3.      Teori Interaksionisme Simbolik - Pierre Bourdieu
                Dalam teori interaksionisme simbolik yang dikemukakan oleh Pierre Bourdieu bahwa simbol yang dimaksud dalam keluarga adalah orang tua sebagai simbol panutan bagi anak-anaknya dalam kehidupan bermasyarakat. Artinya orang tua dalam kehidupan keluarga harus bisa menjadi contoh bagi anak-anak mereka. Orang tua harus mengajarkan nilai dan norma yang baik kepada ank mereka. Hal ini bertujuan untuk membentuk kepribadian dan membentuk tingkah laku anak yang baik dan sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat.
                Apabila orang tua mengajarkan hal baik kepada anak mereka, maka anak akan melakukan hal yang baik pula terhadap sesamanya. Sebaliknya, apabila orang tua mengajarkan hal yang tidak baik kepada anaknya maka anaknya juga akan melakukan hal yang tidak baik terhadap sesamanya. Sama halnya dengan kekerasan, apabila orang tua mendidik anak mereka dengan kekerasan maka hal ini akan di contoh oleh anak mereka. Sehingga ketika anak mereka berada dalam lingkungan, dan ketika mereka sedang berada dalam suatu masalah maka anak tersebut akan menyelesaikan masalah nya dengan kekerasan pula. Hal ini dia lakukan karena ajaran dan didikan yang diberikan oleh orang tua yang dicontoh oleh anak. Oleh karena itu orang tua sebagai sebuah simbol panutan hendaknya benar-benar memberikan contoh yang baik kepada anak-anaknya.
4.      Teori Konflik – Basil Bernstein
                Menurut Berstein (1965), konflik merupakan suatu pertentangan atau perbedaan yang tidak dapat dicegah. Konflik ini mempunyai potensi yang memberikan pengaruh positif dan negatif dalam interaksi manusia. Seperti halnya konflik dalam keluarga, dimana pihak orang tua yakni ayah ataupun ibu memberi tekanan berupa otoritas dan tindakan semena-mena pada seorang anak. Selain itu, ayah ataupun ibu tersebut selalu bersifat menghakimi anak terhadap semua kesalahan bahkan melakukan kekerasan baik fisik maupun verbal.
                Hal ini tentu berdampak negatif bagi anak, yakni anak akan mengalami gangguan fisik dan mental. Dalam gangguan fisik dapat dilihat dari kondisi sang anak yang mengalami bekas luka sebagai dampak dari kekerasan yang dilakukan oleh orang tua terhadap anak mereka yang sering memukul. Selain itu, gangguan mental dapat kita lihat dari kondisi anak yang mengalami trauma dan ketakutan karena seringnya mengalami siksaan dan kekerasan dari orang tua mereka ketika mereka melakukan kesalahan.
*      Pandangan dan Resolusi Menurut Kelompok
                Keluarga merupakan agen sosialisasi pertama seorang anak untuk diajarkan tentang nilai dan norma yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu apa yang diajarkan orang tua dalam keluarga sangat berpengaruh terhadap perkembangan kepribadian dan pembentukan tingkah laku seorang anak. Apabila orang tua sebagai sebuah sistem tidak dapat menjalankan fungsi mereka sebagaimana mestinya hal ini akan berdampak yang tidak baik terhadap anak mereka.
                Seperti misalnya, apabila orang tua dalam mendidik dan mengajarkan anak mereka dengan kekerasan dan mengabaikan peran serta fungsi mereka yang sesunggguhnya yakni memberikan kasih sayang, memberikan perlindungan, dsb, maka hal ini akan menentukan sikap seorang anak ketika dewasa dalam mengambil keputusan. Artinya apabila orang tua melakukan kekerasan dalam mendidik, maka ketika sang anak berada dalam lingkungan dan sedang dihadapkan pada masalah maka ia akan menyelesaikan masalahnya dengan kekerasan pula. Selain itu, apabila orang tua mendidik dengan cara kekerasan maka hal ini akan berdampak pada sikap dan mental anak tersebut dalam kehidupannya. Hal ini dapat menyebabkan anak tersebut sering merasa trauma dan ketakutan, sehingga membuatnya takut bertemu orang banyak dan lebih memilih bersikap menyendiri.
                Oleh karena itu, menurut kelompok kami untuk mengatasi hal-hal yang tidak diinginkan oleh orang tua terhadap anaknya, maka orang tua haruslah mendidik dan mengajarkan anak mereka dengan benar. Artinya dalam sebuah keluarga perlu dilakukan dan dibina komunikasi yang baik antara orang tua dan anak. Apabila anak  melakukan kesalahan maka orang tua menasehati dan menyadarkannya bahwa perbuatan yang dia lakukan salah dan diharapkan agar tidak diulang kembali. Orang tua juga harus mendengarkan apa yang dikatakan anak dalam berkomunikasi tentang apa yang sebenarnya terjadi dan apa yang menyebabkan dia melakukan kesalahan. Dengan demikian orang tua akan mengetahui akar penyebab terjadinya kesalahan yang dilakukan anak btersebut. Dengan demikian orang tua juga akan mampu mencari jalan keluar terhadap masalah yang dialami anak mereka.
                Selain itu sudah seharusnya fungsi dan peran orang tua dan anak dijalankan sebagaimana mestinya. Orang tua diharapkan mampu memberikan kasih sayang dalam mendidik, mampu memberikan perlindungan, menyediakan pendidikan sang anak dan lain sebagainya. Sebaliknya anak juga harus menjalankan fungsinya sebagaimana mestinya yakni sebagai penerus keturunan, dan menghormati orang tua, mendengarkan nasehat orang tua, menjaga nama baik orang tua. Apabila orang tua mengatakan bahwa itu salah, maka anak sebaiknya mendengarkan dan tidak melakukan perbuatan yang salah tersebut dikemudian hari. Dan apabila orang tua menasehati maka anak sebaiknya mendengarkan dan tidak melawan orang tua.
                Agar kekerasan terhadap anak tidak terjadi dalam keluarga maka bisa dengan soslusi adanya hubungan yang baik antara anak orang tua yakni sikap saling mengargai satu sama lain. Orang tua harus menghargai anak dan mengerti perasaan dan sikap setiap anak – anaknya, jangan membandingkan antara satu anak dengan yang lainnya karena dapat menimbulkan rasa tidak percaya diri anak yang menyebabkannnya lemah dan merasa malu dalam sosialisasinya. Keinginan anak harus didorong oleh orang tua selama masih dalam lingkup positif. Sedangkan dari pihak anak juga harus menjalankan peraturan atau norma yang telah menjadi konsensus dalam keluarga, hal ini sudah dijelaskan diatas.
                Eksploitasi terhadap anak juga merupakan bentuk kekerasan yang sangat tidak manusiawi walaupun orang tuanya sendiri yang melakukannya. Penggunaan hak orang tua terhadap anak dalam hal ini sudah salah. Anak yang dijadikan orang tuanya menjadi pekerja pabrik padahal belum cukup unur, pengemis, pengamen sangat berpengaruh terhadap perkembangan dan cara sosialisasi anak. Anak seharusnya belajar dan bermain walaupun kadang ikut membantu orang tua. Anak yang menjadi pengemis dan pengamen juga menimbulkan masalah sosial dalam masyarakat terutama bagi kedisiplinan jalanan.
Sumber Jurnal :
§  Dikuip dalam :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar